Bahaya Iri Hati

Kisah Para Rasul 13:14-52

Iri hati merupakan dosa yang berbahaya. Mula-mula, (pemimpin) orang Yahudi di Antiokhia (Pisidia) mau mendengar pemberitaan Injil dari Paulus; mereka mengundang Paulus untuk berkhotbah dan mengundangnya lagi untuk memberi penjelasan lebih lanjut. Namun ketika melihat banyak orang tertarik kepada pemberitaan Paulus, mereka sangat iri hati dan mulai menyerang Paulus, dan akhirnya mereka menghasut orang lain untuk mengusir Paulus.

Dalam kisah ini, iri hati menampakkan diri karena para pemimpin Yahudi melihat ada banyak orang mengikuti orang lain, ada banyak orang berpaling kepada tokoh yang lain: “ketika orang Yahudi melihat orang banyak itu” (ay 45). Mereka takut kehilangan pengaruh, takut kehilangan pengikut. Ketakutan dan iri hati ini membuat mereka tidak bisa lagi mendengar kebenaran, dan menolak kebenaran firman Tuhan. Sehingga mereka membantah dan menghasut orang-orang terpandang setempat untuk mengusir Paulus.

Yang punya persoalan dengan pemberitaan Paulus adalah: pemimpin Yahudi, perempuan-perempuan (bukan Yahudi) yang terkemuka, dan pembesar-pembesar kota itu (ay. 50). Orang-orang yang punya kedudukan dan posisi cenderung mudah merasa terancam ketika ada orang lain yang muncul dan populer di tengah masyarakat.

Apakah saya merasa terancam dengan tampilnya “orang-orang baru” di lingkungan saya? Apakah saya merasa terancam dan tersaingi oleh orang-orang di sekitar saya; sehingga motivasi saya untuk melakukan sesuatu adalah dalam rangka merebut perhatian atau menegakkan supremasi saya?

Menyatakan kebenaran, melakukan tanggung jawab, mengerjakan kebaikan, melakukan apa yang semestinya dilakukan–dengan segenap hati; itulah yang seharusnya menjadi dasar tindakan saya. Bukan untuk mencari pengaruh, bukan untuk menarik perhatian, bukan untuk mendapat penghargaan, bukan untuk meninggikan diri.

“Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Markus 10:43-45).

Views: 7

This entry was posted in Kisah Para Rasul, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *