Keluaran 26:1-37
Kemah Suci (Tabernakel) dibuat dengan bahan dan ukuran serta desain yang spesifik. Tuhan dengan detil, sangat detil, memerintahkan spesifikasi yang harus diikuti oleh Musa dalam membuatnya. Kemah Suci menggunakan material yang terbaik: logam mulia, benang berwarna yang mahal, kain linen terbaik, kulit lumba-lumba, dan batu-batu berharga. Bahan terbaik, karena Tuhan layak menerima yang terbaik! Dia adalah Raja! Terpujilah Tuhan!
Kemah Suci terdiri atas komponen-komponen yang bisa dibongkar-pasang, karena bangsa Israel harus membawanya di dalam perjalanan ke Kanaan. Nantinya Kemah Suci digunakan sebagai tempat pertemuan Tuhan dengan umatNya selama 500 tahun, sampai Salomo selesai mendirikan Bait Allah yang permanen di Yerusalem.
Setelah karya penebusan Kristus di kayu salib selesai, Bait Allah dihancurkan–bangunan fisik tidak diperlukan lagi. Setiap orang percaya memiliki “kemah pertemuan” secara pribadi karena pendamaian oleh darah Anak Domba Allah. Sampai nanti, suatu saat, umat Tuhan akan kembali bertemu dengan Tuhan di Yerusalem Baru yang ada di sorga–seluruh kota adalah Bait Allah, tempat Tuhan bersemayam.
Tuhan sedang membangun sebuah mekanisme persekutuan antara Dia dengan umatNya. Kalau melihat proses sejarah Kemah Suci, maka esensinya adalah: Tuhan bersemayam di tengah umatNya, dan membuka pergaulan yang karib dengan umatNya. Darah Kristus membuka jalan, sehingga setiap orang percaya bisa masuk ke ruang maha kudus untuk bertemu dengan Tuhan secara pribadi.
Gambaran tempat kediaman Tuhan selalu: mahal, megah, mulia, terbaik. Karena Tuhan adalah Raja di atas segala Raja. Ia berhak dan layak untuk memperoleh persembahan yang terbaik dari umatNya. Tidak ada yang terlalu mahal atau terlalu berharga untuk diberikan kepada Tuhan. Tidak ada yang “keterlaluan”. Tuhan layak menerima yang terbaik, bukan yang biasa-biasa atau yang seadanya dari umatNya.
Tuhan Yesus bangun pagi-pagi benar, ketika hari masih gelap, pergi ke tempat yang sunyi untuk bertemu BapaNya. Tuhan Yesu spergi ke atas gunung, menyendiri, untuk berdoa semalam-malaman. Maria memilih yang terbaik: meninggalkan semua aktivitas yang mendistraksi, duduk diam di kaki Tuhan dan memusatkan perhatian hanya kepadaNya.
Di dalam ibadah saya di hadapan Tuhan, apakah saya sudah memberikan dan melakukan yang terbaik? Dalam hal tempat dan waktu, dalam hal sikap danperilaku, dalam perhatian dan kekusyukan?
Views: 7