Sang Tabib dan Pengantin Laki-laki

Lukas 5:27-39

Lewi dipanggil oleh Tuhan Yesus untuk menjadi murid-Nya. Lewi langsung menjawab panggilan itu dan meninggalkan pekerjaannya untuk mengikut Tuhan. Ia kemudian mengadakan pesta bersama banyak sesama pemungut cukai dan orang-orang lain sebagai ungkapan sukacita karena ia menerima panggilan Tuhan. Orang Farisi dan Ahli Taurat melihat hal ini, lalu mengkritik Tuhan Yesus tentang hubungan-Nya dengan “orang berdosa” dan dengan suasana/sikap kegembiraan yang terjadi dalam pesta itu. Kritik itu membuka kesempatan bagi Tuhan Yesus untuk menjelaskan pelayanan-Nya.

Tuhan Yesus menggambarkan Diri-Nya sebagai Seorang Dokter, yang pelayanan-Nya adalah mendatangi orang yang sakit untuk menyembuhkan mereka. Karena itu, Ia berada di antara orang-orang “berdosa”, sebab memang mereka memerlukan pelayanan-Nya untuk dibebaskan dari dosa mereka (Luk. 5:31). Cara pandang Tuhan Yesus berbeda dari cara pandang orang Farisi. Tuhan Yesus memandang orang berdosa sebagai orang sakit yang harus dilayani agar sembuh; orang Farisi memandang orang berdosa sebagai orang terkutuk/terhukum yang harus disingkiri.

Jangan takut untuk datang kepada Tuhan Yesus, sebab Ia akan menerimamu sebagai pasien. Ia datang untuk menyembuhkanmu dari sakit dosamu. Ia tidak akan menolakmu atau menyingkirkanmu. Ia mengasihimu, Ia tahu persis kondisimu, Ia berkuasa untuk menyembuhkanmu, dan Ia telah membayar semua biaya yang harus dikeluarkan. “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh.” (1 Petrus 2:24).

Orang Farisi juga mengkritik suasana sukacita yang dialami oleh orang-orang yang bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Mereka memandang suasana seperti itu bukan sesuatu yang pantas untuk dimiliki–mestinya mereka prihatin dan asketis (Luk. 5:33). Hidup beribadah–di mata orang Farisi–adalah hidup yang “serius”, muram, prihatin, tanpa kegembiraan. Seolah-olah, itu menjadi ukuran kerohanian seseorang. Orang Farisi tidak mengalami sukacita di dalam hidup ibadah mereka, akibatnya mereka menjadi iri ketika melihat orang lain bersukacita.

Tuhan Yesus mengumpamakan Diri-Nya sebagai Pengantin Laki-laki, dan orang-orang yang menerimanya sebagai para tamu dalam pesta pernikahan. Kehadiran-Nya merupakan sebuah event yang penuh sukacita dan kegembiraan (Luk. 5:34-35). Hidup di dalam Tuhan adalah hidup yang penuh sukacita. Kerohanian yang benar adalah kerohanian yang mendatangkan sukacita bagi yang menjalankan dan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.

Apabila seseorang sungguh-sungguh menerima Tuhan Yesus–Sang Tabib Agung dan Sang Pengantin–di dalam hidupnya, maka ada dua hal yang mestinya dialami: (1) proses kesembuhan dari dosa yang terus-menerus dan menyeluruh di semua aspek kehidupan; dan (2) kasih dan sukacita yang meluap-luap di dalam hati dan memancar keluar kepada semua orang di sekelilingnya.

Views: 7

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *