A Tale of Two Cities (2)

Lukas 4:31-44

Ketika Yesus melayani di Nazaret, respon orang banyak mula-mula sangat antusias, namun kemudian menjadi kemarahan dan penolakan yang sangat kuat–sampai-sampai mereka hendak membunuh Yesus dengan cara mendorong-Nya dariĀ  atas tebing. Penduduk Kapernaum juga takjub saat menyaksikan pelayanan Yesus; namun ada perbedaan dibandingkan dengan penduduk Nazaret.

Di Kapernaum, respon pertama yang dicatat oleh Lukas adalah: “takjub” (ay. 32), diwakili dengan kata Yunani ekplesso yang bermakna: “to be struck with astonishment/admiration“. Bukan ketakjuban biasa, namun ketakjuban yang sampai membuat orang “terpukul”. Lukas kembali mengulang kata “takjub” (ay. 36), namun memakai istilah Yunani yang berbeda, yaitu thambos yang berarti “astonishment, amazement from admiration.”

Alasan ketakjuban penduduk Kapernaum adalah: karena mereka bisa melihat bahwa Yesus mengajar dengan penuh kuasa (ay. 32, 36). Lukas memakai kata exousia (otoritas/wewenang/hak untuk melakukan tindakan tertentu) dan dunamis (power, kuasa, daya kekuatan). Penduduk Kapernaum melihat bahwa ada otoritas dan kuasa yang menyertai Yesus–sehingga pelayanan-Nya berbeda dari apa yang dilakukan oleh orang lain.

Tentu saja, ketika Yesus berada di Nazaret, otoritas dan kuasa itu melekat pada Diri-Nya. Namun, penduduk Nazaret tidak bisa melihat dan menangkap; justru yang memenuhi hati dan pikiran mereka adalah sikap merendahkan, ketidakpercayaan, dan kemudian penolakan kepada Yesus. Mengapa bisa begitu?

Betapa berharganya hati yang terbuka, yang siap untuk percaya. Keterbukaan hati bisa dihalangi oleh banyak faktor: keyakinan kepada diri sendiri, kekecewaan atau pengalaman pahit di masa lalu, kecurigaan, ataupun ketidakcocokan pribadi. Ketika faktor-faktor itu dibiarkan menutup mata hati, maka hanya prasangka buruk dan pikiran negatif saja yang akan mendominasi–yang berujung kepada penolakan.

Benar apa yang dinasihatkan oleh Penulis Amsal: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23). Jangan biarkan apapun mencemari hati, jangan ijinkan apapun mengeraskan hati. Bangunlah kelemahlembutan, kerendahan hati, keterbukaan, pengampunan, an kepercayaan; maka pintu untuk melihat otoritas dan kuasa Allah akan terbuka bagi kita,

Views: 7

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *