A Tale of Two Cities (1)

Lukas 4:14-30

Sekembali-Nya dari padang gurun, Tuhan Yesus mulai melakukan pelayanan dengan mengajar dan melakukan mujizat di banyak tempat, sehingga Nama-Nya menjadi buah bibir masyarakat. Di manapun Ia mengajar, sambutan masyarakat sangat positif: “semua orang memuji Dia.” (ay. 15). Semua orang? Ternyata tidak. Lukas mencatat dua respons yang berbeda ketika orang bertemu Tuhan Yesus, yang diwakili oleh sikap dari penduduk di dua kota: Nazaret dan Kapernaum.

Di Nazaret, kedatangan-Nya disambut dengan antusias dan penuh antisipasi. Orang Nazaret sudah mendengar kabar tentang Dia, dan sekarang mereka punya kesempatan untuk melihat langsung. Nampak sekali betapa penduduk kota ini menunggu agar Yesus melakukan sesuatu: “mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya.” (ay. 20). Namun, mereka kecewa! Bukannya melakukan sesuatu yang spektakuler, Yesus justru mengeluarkan pernyataan yang membuat mereka tersinggung.

Pertama, Yesus dengan tegas menyatakan diri sebagai Mesias. Ini mengejutkan dan sulit diterima. Karena agaknya Yesus sama sekali tidak cocok dengan bayangan mereka tentang Mesias. Dan lebih dari itu, bagaimana mungkin Yesus yang mereka kenal sejak kecil sebagai anak tukang kayu itu tiba-tiba mengklaim diri sebagai Mesias?

Kedua, Yesus menebak isi hati mereka yang berharap agar Ia melakukan mujizat–dan Yesus menolak keinginan itu. Yesus membongkar kejahatan hati mereka: mereka hanya ingin melihat atraksi/tontonan ajaib, bukan karena benar-benar percaya dan menghargai Yesus: “tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.” (ay. 24).

Ketiga, Yesus dianggap merendahkan dan menghina mereka sebagai bangsa pilihan Allah. Yesus mengatakan bahwa justru orang-orang yang disebut sebagai bangsa kafirlah yang akan melihat pekerjaan Tuhan, seperti janda Sarfat di jaman Elia dan Naaman di jaman Elisa (ay. 25-27).

Ayat 28-29 mencatat bagaimana penduduk Nazaret terbongkar kedoknya. Ketahuan asli mereka bahwa mereka memang tidak percaya kepada Yesus. Buktinya, ketika Yesus mengeluarkan perkataan yang keras dan mengungkap kebenaran yang tidak menyenangkan, respon mereka sangat ekstrem: bangun, menggelandang Yesus ke luar kota, dan berusaha membunuh Dia dengan mendorongnya agar jatuh dari tebing gunung!

Penduduk Nazaret mewakili jenis orang yang antusias kepada Tuhan hanya dalam rangka memuaskan rasa ingin tahu dan keinginan untuk mengalami hal-hal yang menyenangkan saja. Mereka sebenarnya tidak mau mendengarkan Firman Tuhan, mereka hanya mau mendengar hal-hal yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Ketika pernyataan Tuhan itu cocok dengan apa yang mereka mau dan membuat hati mereka senang; maka mereka bersemangat. Namun ketika pernyataan Tuhan itu berisi teguran, tantangan, dan kebenaran lain yang “pahit” atau sulit diterima; mereka langsung menolaknya.

Orang dengan sikap hati seperti ini tidak akan mendapat peryataan Tuhan, mereka tidak akan mengalami pekerjaan Tuhan. Karena hati mereka sendiri yang menghalangi Tuhan untuk bisa melakukan sesuatu. Mereka berusaha mengendalikan Tuhan, menjadikan Tuhan alat untuk memenuhi keinginan dan kesenangan sendiri. Padahal, Tuhan tidak bisa dikendalikan oleh manusia; sebab Dialah Pemegang Otoritas Tertinggi; Raja segala raja, Tuan segala tuan.

Views: 7

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *