Bacaan: 1 Samuel 3:1-20; Mazmur 139:1-6,13-18; 1 Korintus 6:12-20; Yohanes 1:43-51
Sebuah Botol dan Suku Pedalaman
Pada tahun 80-an ada sebuah film berjudul The Gods Must Be Crazy, menceritakan sekelompok suku di pedalaman Afrika yang kejatuhan botol softdrink—benda yang belum pernah mereka temui di sepanjang sejarah suku mereka. Dalam film itu digambarkan kejadian dan insiden yang konyol/lucu—termasuk konflik dan pertengkaran; gara-gara mereka sama sekali tidak tahu apa kegunaan dari benda asing itu. Kalau saja mereka bertemu dengan pencipta benda itu, maka mereka akan dengan mudah mendapat penjelasan tentang maksud benda itu dibuat.
Betapa sebenarnya kejadian yang menimpa suku pedalaman itu juga sedang kita alami. Hanya saja, kita tidak sedang kebingungan dan bertanya-tanya tentang kegunaan dan tujuan sebuah benda; namun banyak di antara kita kebingungan dan bertanya-tanya tentang perkara yang jauh lebih penting: arti dan tujuan hidup kita.
Tuhan Mengenal Umat-Nya, karena Ia yang Menciptakan Umat-Nya
Mazmur 139 mencatat perenungan Pemazmur tentang Allah Yang Mahatahu. Allah mengetahui setiap gerak dan aktvitas hidup umat-Nya; bahkan Allah menyelidiki isi hati dan pikiran yang tidak terlihat oleh mata manusia—umat Allah tidak bisa bersembunyi dan menyembunyikan apapun dari penglihatan Allah Yangmahatahu (ay. 1-6)
Allah tidak hanya mengetahui masa kini, tetapi Ia mengetahui masa lalu umat-Nya. Sebab Ia yang membentuk manusia, sejak di dalam rahim ibunya; Ia yang mendesain tiap-tiap orang. Kata “direkam” (ay. 15) dalam bahasa aslinya digunakan untuk menggambarkan proses menyulam/bordir dengan cermat sebuah desain yang unik/rumit menggunakan berbagai macam warna! Setiap orang diciptakan dengan unik: kejadian setiap orang itu dahsyat dan ajaib (ay. 14).
Tidak hanya masa lalu dan masa kini, namun Allah mengetahui masa depan umat-Nya. Ia telah mengetahui semua peristiwa yang akan terjadi atas hidup seseorang, apa yang akan dialami, siapa yang akan ditemua. Di dalam kitab-Nya tertulis semua hari yang akan terbentuk, sebelum hari-hari itu terjadi (ay. 16).
Sama seperti seorang desainer membuat suatu benda untuk tujuan tertentu, demikianlah Allah membentuk manusia dan merancang perjalanan hidupnya untuk mencapai tujuan-Nya. “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10).
Setiap orang berharga di hadapan Tuhan. Setiap orang dicip¬takan dan dibentuk secara unik. Setiap orang adalah dahsyat dan ajaib di mata Tuhan. Dan setiap orang telah dibentuk oleh Tuhan, disiapkan perjalanan hidupnya oleh Tuhan, supaya tiap orang menempati tempatnya masing-masing dan memenuhi panggilannya masing-masing di dalam rencana Tuhan!
Tujuan Hidup Umat Tuhan
Dalam 1 Korintus 6:12-20, Yohanes 1:43-51 dan 1 Samuel 3:1-20, dapat dilihat beberapa contoh bagaimana umat Tuhan seharusnya menjalani hidupnya, yaitu: dengan memiliki tujuan hidup yang sudah ditetapkan oleh Tuhan bagi tiap-tiap orang. Kalau dilihat dari ketiga bagian Firman Tuhan tersebut, dapatlah ditarik benang merah tujuan hidup yang ditetapkan oleh Tuhan bagi setiap orang percaya, yaitu menyerahkan hidup seutuhnya kepada Tuhan untuk melakukan panggilan-Nya.
Tujuan hidup pertama bagi umat Tuhan adalah: kekudusan hidup. Paulus dalam 1 Korintus 6:12-20 menyatakan dengan tegas bahwa: Tuhan menciptakan tubuh kita (dengan segala fungsinya), itu bukan untuk diserahkan ke dalam hawa nafsu atau berbagai macam bentuk perbudakan. Secara khusus, Paulus bicara tentang percabulan sebagai dosa yang bertentangan dengan tujuan Tuhan menciptakan/memberikan hidup/tubuh kepada seseorang. Percabulan merupakan bentuk penyalahgunaan atas tubuh ciptaan Tuhan. Kehendak Tuhan sudah sangat jelas: “tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu” (1 Petrus 1:15).
Yohanes 1:43-51 memberikan gambaran tujuan hidup kedua, yaitu: bertumbuh sebagai murid Kristus. Tuhan Yesus menyatakan pengenalan-Nya akan kehidupan para calon murid-Nya: Ia tahu aktivitas dan isi hati Natanael, dan menjanjikan peryataan/pengalaman yang lebih besar kalau Natanael mau percaya dan mengikut Dia. Sebelumnya (ay. 42), Tuhan Yesus memandang Simon, dan menyatakan potensinya untuk menjadi Kefas di masa depan.
Dalam pasal ini, dua kali dinyatakan “Mari dan lihatlah” (ay. 39, 47); dan itulah tujuan hidup umat Tuhan: datang dan melihat/ mengalami sendiri siapa Mesias itu. Ketika orang percaya mau datang untuk mengikut, melihat, dan belajar, ia akan mengalami proses pertumbuhan dan pembentukan di tangan Tuhan, untuk menjadi alat bagi penggenapan rencana-Nya.
Tujuan hidup yang ketiga adalah memenuhi panggilan pelayanan yang sudah Tuhan tetapkan bagi tiap-tiap orang percaya. 1 Samuel 3:1-20 mencatat proses yang dilalui oleh Samuel untuk mencapai tujuan hidupnya. Samuel sudah diserahkan kepada Tuhan oleh ibunya; kemudian dia menjalani pendidikan/latihan dalam asuhan Imam Eli; dan sekarang tiba saatnya bagi Samuel untuk secara pribadi mengambil keputusan dan komitmen untuk melakukan panggilannya.
Panggilan ini sekaligus ujian bagi Samuel apakah ia akan benar-benar tunduk hanya kepada Allah saja sebagai hamba-Nya, karena perkataan Tuhan yang pertama kali diterimanya justru berisi keputusan hukuman kepada keluarga gurunya sendiri. Samuel lolos ujian, karena ia lebih tunduk kepada misi Allah daripada berusaha menyenangkan gurunya.
Respon/Sikap Umat Tuhan
Tuhan memilki tujuan atas hidup umat-Nya: pengudusan, pertumbuhan, dan pelayanan. Ia menginginkan, setiap orang—tanpa kecuali—hidup di dalam tujuan itu; sesuai dengan pembentukan, penciptaan, dan perjalanan hidupnya masing-masing. Lalu, bagaimana sikap umat Tuhan?
Pertama, meyadari bahwa hidupnya itu berharga di mata Tuhan. Apapun kondisi fisik, mental, maupun latar belakang sejarah hidupnya, ia adalah ciptaan yang dahsyat dan ajaib di hadapan Tuhan. Kesadaran ini akan menolong dari rasa rendah diri atau rasa tidak punya nilai. Ini juga menolong untuk tidak iri/cemburu kepada keadaan orang lain—sebab tiap-tiap orang diciptakan dan dibentuk secara unik, untuk menempati tempatnya sendiri di dalam rencana Tuhan—di mana tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menggantikannya.
Kedua, membangun keterbukaan kepada Tuhan—sebab Tuhan mengenal dan mengetahui semua hal dalam hidup orang percaya. Tidak ada yang bisa disembunyikan, tidak ada yang bisa dimanipulasi. Tuhan tahu siapa kita. Sikap yang perlu ditumbuhkan adalah: jujur di hadapan Tuhan, bersedia untuk diselidiki dan dikoreksi, dan akhrinya dipimpin ke dalam rencana Tuhan, seperti doa Pemazmur: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mazmur 139:23,24).
Ketiga, menjadikan tujuan Tuhan menjadi tujuan hidup kita. Berkomitmen untuk hidup kudus, menyerahkan tubuh yang sudah diciptakan dengan dahsyat dan ajaib ini bukan kepada perbudakan hawa nafsu, tetapi kepada Tuhan. Menjawab panggilan Tuhan untuk terus bertumbuh: untuk datang dan melihat Tuhan di dalam Firman-Nya; belajar, bertumbuh, dan diubahkan. Dan akhirnya, bersedia untuk melakukan bagian pelayanan/pekerjaan baik yang sudah Tuhan tetapkan bagi tiap orang; dan melakukannya dengan setia dan penundukkan diri hanya kepada Tuhan, sebab Tuhan yang menjadi Tuan, dan orang percaya adalah hamba-Nya.
Hanya dengan memiliki dan menghidupi tujuan Allah inilah, hidup orang percaya menjadi berarti dan bernilai. Sebab ia memang diciptakan untuk itu, dan bukan untuk tujuan yang lain. Dengan demikian, umat Tuhan akan mengalami kepenuhan dan kepuasan hidup. Seperti dinyatakan Tuhan Yesus “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10b); yang diterjemahkan dengan sangat indah oleh Eugene Peterson: “I came so they can have real and eternal life, more and better life than they ever dreamed of.” (John 10:10b –The Message)
Views: 7