Hakim-hakim 20:1-48
Rentetan peristiwa yang menggelinding seperti bola salju. Urusan yang semula domestik, menjadi masalah komunitas, dan akhirnya memuat pecah perang saudara yang melibatkan seluruh bangsa. Ketika TUHAN tidak dilibatkan di dalam mengambil keputusan, sementara tidak seorangpun tahu apa konsekuensi-konsekuensi dari keputusan itu di masa depan. Di sisi lain, TUHAN bisa memakai satu peristiwa untuk membongkar dosa atau kejahatan yang sudah mengakar kuat dalam diri seseorang atau suatu komunitas.
Semua suku Israel (400 ribu) berkumpul di Mizpa untuk menghadap TUHAN. Ini bukan pertemuan biasa. Orang Lewi itu diminta menceritakan perkaranya–dan ia tidak menceritakan semua, banyak detil yang disembunyikan; termasuk tindakannya menangkap dan menyerahkan gundiknya untuk dimangsa orang-orang jahat di Gibea. Ia menambah kata-kata provokatif: “orang-orang itu telah berbuat mesum dan berbuat noda di antara orang Israel” (ayat 1-7). Waspada kepada orang yang tidak jujur, yang hanya mengatakan half-truth untuk kepentingannya sendiri; ia adalah sumber kekacauan.
Seluruh bangsa terprovokasi dan berkomitmen untuk memerangi Gibea (hanya satu kota)–ayat 8-11. Mereka tidak langsung menyerang, tapi mengirim utusan kepada suku Benyamin agar menyerahkan para pelaku kejahatan itu untuk dihukum mati. Tapi, kemungkinan dengan alasan solidaritas/persaudaraan, suku Benyamin tidak mau menyerahkan para penjahat itu, dan mau melawan saudara-saudaranya (ayat 12-17). Loyalitas kepada orang yang jahat akan mendatangkan kehancuran; suku Benyamin lebih setia kepada manusia daripada kepada TUHAN.
Peperangan ini melibatkan TUHAN. Dengan cara mengundi, orang Israel menanyakan strategi perang kepada TUHAN. Tetapi, mereka dikalahkan oleh orang Benyamin. Dua kali mereka bertanya kepada TUHAN, dua kali mereka maju menyerang tapi tetap kalah–mereka sampai menangis di hadapan TUHAN sampai petang (ayat 23). Pada hari kedua, kembali mereka dikalahkan oleh suku Benyamin–total orang yang terbunuh 38,000 dari pasukan Israel (ayat 18-25).
Israel frustrasi. Mereka sudah bertanya kepada TUHAN, dan merasa mendapat petunjuk TUHAN, tapi mereka masih dikalahkan. Mereka kemudian pergi ke Betel; di sana mereka menangis di hadapan TUHAN, berpuasa, dan mempersembahkan konrban bakaran dan korban keselamatan di hadapan TUHAN. Di Betel itu ada Tabut Perjanjian Allah, dan Pinehas, cucu Harun yang menjadi imam Allah. Di sana, TUHAN menjawab dengan janji: “Majulah, sebab besok Aku akan menyerahkan mereka ke dalma tanganmu.” (ayat 28).
Perbedaan dari cara mereka mencari TUHAN dengan hari pertama dan kedua adalah: mereka datang di mana Tabut Perjanjian TUHAN dan imam TUHAN berada; mereka tidak hanya menangis, tapi juga berpuasa dan mempersembahkan korban di hadapan TUHAN. Tidak sekedar mencari tahu apa yang harus dilakukan, tetapi kali ini mereka beribadah kepada TUHAN; mereka kembali membangun relasi dengan TUHAN–tidak sekedar mencari pimpinan TUHAN, tetapi mencari Pribadi TUHAN itu sendiri.
Israel membuat strategi baru untuk menghadapi suku Benyamin. Memanfaatkan keyakinan diri suku Benyamin yang merasa kuat karena sudah dua hari meraih kemenangan–mereka berpikir di hari itu mereka akan menang lagi seperti kemarin. Suku Benyamin mengandalkan/mendasarkan keyakinan kepada pengalaman kemenangan di masa lalu: “Orang-orang itu telah terpukul kalah oleh kita seperti semula” (ayat 32); dan pernyataan itu diulangi lagi di ayat 39.
Suku Benyamin tidak tahu, bahwa kali ini, TUHAN sudah menetapkan bahwa mereka akan diserahkan kepada Israel. “Tuhan membuat suku Benyamin terpukul kalah oleh orang Israel.” (ayat 35). Bukan jumlah, bukan strategi, bukan pula pengalaman, tetapi TUHAN yang menyebabkan Israel meraih kemenangan. Libatkanlah TUHAN dan andalkanlah TUHAN di dalam segala perkara–jangan mengandalkan yang lain. Dan carilah TUHAN untuk beribadah kepada-Nya sebagai umat-Nya; bukan sekedar datang untuk memperoleh solusi atau berkat.
Penerapan:
Kemenangan/keberhasilan adalah hasil ikutan. Yang paling utama adalah: hidup yang beribadah kepada Tuhan, memperjuangkan hidup yang terus ber-relasi dengan Tuhan; terlalu mudah bagi Tuhan untuk menyelesaikan masalah atau memberikan berkat–tapi yang diinginkan-Nya adalah: hidup yang mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan saya (Mat. 22.37).
Views: 17