Potret Hidup yang Dikuasai Kedagingan

Hakim-hakim 19:1-30

Kemerosotan spiritual akan menghasilkan kemerosotan moral, bangsa yang seharusnya menyembah TUHAN dan memiliki standar moral yang tinggi–melebihi bangsa-bangsa lain di sekitarnya–justru menunjukkan kejahatan dan kekejaman yang luar biasa. Bahkan dalam nubuatan nabi Hosea, dituliskan “Busuk sangat perbuatan mereka seperti pada hari-hari Gibea” (Hos. 9:9). Bangsa yang menyeleweng dari TUHAN akan punya kehidupan dengan tata nilai yang kacau, tentang kekudusan, tentang kebenaran, dan keadilan. Pasal ini dimulai dengan frasa: “ketika tidak ada raja di Israel”–semua orang hidup menurut pendapat dan keinginannya sendiri; hasilnya: hukum rimba.

Seorang Lewi–suku yang dikhususkan TUHAN untuk tugas-tugas keimaman–mengambil seorang perempuan muda dari Betlehem mnejadi gundiknya. Mengapa? Apakah dia tidak punya istri? Ima. 21:7 mengatur bahwa seorang imam hanya boleh mengambil istri dari perawan yang belum pernah bersuami atau berhubungan seks dengan laki-laki–karena imam itu kudus bagi Allah. Kemungkinan orang Lewi ini mengambil gundik untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Gundik itu berlaku serong–ia bergaul bebas dengan laki-laki lain, dan pulang ke rumah asalnya di Betlehem. Tinggal di sana selama 4 bulan (ayat 1-2).

Orang Lewi itu pergi ke Betlehem untuk membujuk perempuan itu supaya kembali tinggal bersamanya. Kedatangannya disambut dengan baik oleh ayah perempuan itu (ayat 3). Ayah perempuan itu menahan orang Lewi itu sampai 4 hari–orang Lewi itu tidak bisa menolak permintaan ayahnya, menunjukkan jiwanya yang lemah, tidak bisa mengendalikan diri terhadap bujukan kesenangan: makan dan minum (ayat 4-9).

Akhirnya, dia pergi di hari ke-5, menjelang senja. Hari sudah malam ketika perjalanan sampai ke dekat Kota Yebus, orang Lewi itu tidak mau bermalam di sana sebab itu kota asing, bukan kepunyaan orang Israel (ayat 11). Mereka akhirnya tiba di Gibea, wilayah suku Benyamin, dan duduk di tanah lapang kota. Tapi tidak ada seorangpun yang mengajak mereka bermalam (ayat 12-15). Mengapa? Adat pada waktu itu “mengharuskan” orang memberi tumpangan pada pendatang. Mengapa orang Gibea tidak ada yang mengajak bermalam di rumah mereka? Tapi ada seorang tua–dia pendatang, bukan orang Benyamin–pulang dari ladang, melihat mereka dan mengajak mereka untuk bermalam di rumahnya (ayat 16-21).

Sementara mereka makan, datanglah orang dursila–dalam terjemahan KJV: “sons of Belial“, mengepung rumah, menggedor-gedor pintu dan meminta agar tuan rumah menyerahkan orang Lewi itu kepada mereka untuk melakukan hubungan homoseksual dengan mereka–ini mungkin jawaban mengapa tidak ada penduduk Gibea yang menawari tumpangan: karena penduduk kota itu jahat, sejahat orang-orang Sodom dan Gomora. Orang-orang yang dikuasai hawa nafsu, sehingga menghasilkan tindakan yang jahat (ayat 22).

Tidakan tuan rumah itu juga tidak kalah jahatnya. Demi melindungi orang Lewi itu, ia menawarkan untuk memberikan anak perempuannya yang masih gadis dan gundik orang Lewi itu supaya diperkosa sesuka hati oleh orang-orang jahat itu. Yang menakutkan adalah: ia mengijinkan orang-ornag itu memperkosa anak perempuan dan gundiknya, tapi jangan menjamah orang Lewi itu, alasannya: “janganlah kau berbuat noda” (ayat 24). Moralitas yang jungkir balik, bagaimana mungkin memperkosa perempuan dianggap bukan perbuatan jahat dan bernoda?

Ketika orang-orang jahat itu tidak mau mendengarkan tawaran tuan rumah, maka orang Lewi itu menangkap dengan paksa gundiknya, lalu membawanya ke luar dan menyerahkan kepada orang-orang jahat itu. Mereka memperkosa dan melecehkan gundik itu sepanjang malam sampai pagi, lalu melepaskannya. Gundik itu berjalan pulang dan akhirnya mati di ambang pintu rumah. Ornag lewi ini sangat jahat–mengorbankan gundiknya untuk disiksa demi menyelamatkan diri (ayat 25-27).

Pagi harinya, ketika orang Lewi itu mendapati gundiknya tergeletak di ambang pintu, ia masih bisa berkata: “Bangunlah, marilah kita pergi” (ayat 28)–seolah-olah tidak ada apa-apa, tidak ada concern atau belas kasihan sama sekali. Ketika ia tahu bahwa gundiknya sudah mati, ia membawa mayatnya pulang. Lalu dipotong-potongnya mayat perempuan itu menjadi 12 potong dan dikirimkan ke seluruh suku Israel dengan pesan: “Hal yang demikian berlum pernah terjadi dan belum pernah terlihat … Perhatikanlah itu, pertimbangkanlah, lau berbicaralah!” (ayat 29-30).

Orang Lewi itu memprovokasi seluruh Israel tentang kejahatan yang terjadi. Ia juga kejam, tega memotong tubuh gudiknya sebagai alat untuk menyulut kengerian dan kemarahan orang lain kepada kejahatan orang-orang Gibea. Padahal ia yang menjadi penyebab, atau menjadi bagian, dan turut andil dalam kejahatan itu. Orang Lewi itu seorang yang hatinya kejam, tidak punya belas kasihan kepada orang lain–nampak dari perlakukannya kepada gundiknya; dan ketika ia marah/tersinggung, ia memprovokasi orang banyak untuk melakukan kekejaman juga.

Penerapan:
Terus menjaga ibadah kepada Tuhan, terus menjaga persekutuan dengan firman Tuhan; supaya hidup saya diatur oleh kebenaran Tuhan, dan tidak dikendalikan oleh keinginan dan hawa nafsu saya sendiri.

Views: 19

This entry was posted in Hakim-hakim, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *