Ketika Bukan TUHAN yang Membangun Rumah …

Hakim-hakim 18:13-26

Ketika orang membangun sesuatu di luar rencana TUHAN, dengan ide, keinginan, dan cara, dan kemampuannya sendiri, maka apa yang dibangunnya itu sesungguhnya sangat rapuh. Setiap saat apa yang sudah susah payah dibuatnya itu bisa hilang: bisa karena pengkhianatan orang dalam, yang tergiur dengan tawaran yang lebih menarik dari pihak lain; bisa karena ada yang merampas dengan paksa karena mereka punya kekuatan yang lebih besar. Tidak ada TUHAN yang menjaga dan membela! “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.” (Maz. 27:1).

Perjalanan pasukan suku Dan sampai di rumah Mikha di pegunungan Efraim (ayat 13). Lima orang pengintai memberitahu pasukan suku Dan itu bahwa di rumah Mikha ada perabotan ibadah: efod, terafim (berhala/jimat) keluarga, patung pahatan, dan patung tuangan. Dan mereka menghasut orang-orang itu untuk melakukan sesuatu (ayat 14); secara tidak langsung mereka mengatakan bahwa ini ada peluang yang tidak boleh dilewatkan. Kesempatan untuk memiliki sistem ibadah/penyembahan sendiri di wilayah yang akan diserang–karena Tabut Allah ada di Silo, jauh dari lokasi tujuan mereka.

Pasukan suku Dan pergi ke rumah Mikha, sementara itu 600 orang bersenjata lengkap berdiri di pintu gerbang. Sebuah situasi yang sangat mengintimidasi! Lima orang pengintai tanpa ijin langsung masuk ke dalam rumah dan mengambil patung pahatan, efod, terafim dan patung tuangan. Ketika orang muda Lewi itu menegor mereka, mereka menjawab agar dia diam saja dan justru mengikuti mereka untuk dijadikan imam suku ini–argumennya: lebih baik menjadi imam untuk satu suku daripada hanya satu rumah saja (ayat 15-19). Imam itu–seorang yang pragmatis dan oportunis–gembira mendapat tawaran yang lebih menarik, maka ia mengambil perlengkapan penyembahan itu dan mengikuti rombongan suku Dan (ayat 20).

Ketika mereka sudah jauh, Mikha mengetahui bahwa ada yang merampas berhala dan imamnya, maka ia mengerahkan tetangga-tetangganya untuk mengejar rombongan suku Dan itu (ayat 21-22). Ketika berhasil mengejar mereka, Mikha memprotes tindakan mereka karena merampas miliknya dan imam yang sudah diangkatnya (ayat 23-24). Mereka balik mengancam untuk membunuh Mikha dan seisi rumahnya kalau dia berkeras untuk melawan. Karena melihat bahwa ia kalah kuat, Mikha menyerah dan kembali ke rumahnya dengan tangan kosong (ayat 26).

Betapa sia-sia semua yang dibuat oleh Mikha. Ide dan jerih payahnya untuk membuat penyembahan di rumahnya sekarang hilang begitu saja. Modal perak untuk membuat patung dan uang untuk menggaji imam menguap; relasi/budi baik yang ditanamnya kepada orang muda Lewi itu dengan mudah dikhianati; dan tamu yang dulu singgah ke rumahnya dan meminta berkat dari allah-nya, sekarang datang untuk merampas. Mikha hanya memiliki kekuatannya sendiri–dan ketika ada kekuatan lain yang lebih besar, ia dikalahkan.

Penerapan:
Terus bertanya kepada Tuhan tentang apa yang harus dilakukan–supaya apapun itu merupakan kehendak Tuhan, supaya tidak sia-sia jerih payah saya untuk mengerjakannya.

Views: 14

This entry was posted in Hakim-hakim, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *