Perjanjian Tuhan vs Komitmen Manusia

Hakim-hakim 10:17-11:11

Kadang TUHAN memilih orang yang tidak diperhitungkan, bahkan orang yang disingkirkan oleh komunitasnya, untuk dipakai mengerjakan misi-Nya. Kisah Yefta memberi gambaran bagaimana seorang yang ditolak dan disingkirkan oleh keluarga dan masyarakat dipilih dan diangkat oleh TUHAN untuk menjadi pembebas dan pemimpin dari mereka yang pernah menolaknya.

Yefta adalah anak Gilead dari seorang pelacur. Apakah ia dilahirkan sebelum Gilead menikah, tidak ada informasi apapun. Sejak lahir sampai bertumbuh, agaknya Yefta tinggal di rumah ayahnya. Ketika Yefta sudah cukup dewasa, istri sah ayahnya melahirkan anak-anak laki-laki; dan waktu anak-anak itu sudah dewasa, mereka mengusir Yefta dari rumah mereka. Karena mereka tidak mau Yefta mendapat bagian warisan keluarga (ayat 1-2).

Yefta lari dari rumah dan diam di tanah Tob. Yefta adalah seorang yang perkasa dan punya kemampuan berkelahi yang tinggi–dalam ayat 1 ia disebut sebagai “seorang pahlawan yang gagah perkasa“. Karena keperkasaannya itu, ia disegani dan diikuti para petualang/preman. Ia menjadi pemimpin kelompok perampok (ayat 3). Dan agaknya reputasi Yefta sebagai orang yang gagah perkasa itu dikenal banyak orang, karena tua-tua wilayah Gilead mendatanginya di tanah Tob (ayat 5).

Israel diserang oleh bani Amon, dan mereka tidak memiliki pemimpin yang kapabel. Maka, para tua-tua Gilead datang ke tanah Nob untuk menjemput Yefta. Mula-mula para tua-tua itu meminta Yefta menjadi panglima untuk memimpin Israel berperang melawan Amon. Dan Yefta menolak serta merendahkan mereka: mereka sudah mengusir dia, tapi ketika terdesak mereka datang minta tolong (ayat 6-7).

Para tua-tua itu bersikap bijaksana–mungkin juga karena sudah sangat kepepet: mereka mengakui bahwa sudah pernah mengusir Yefta, dan sekarang mereka merendahkan diri untuk datang minta tolong; kemudian mereka berjanji akan mengangkat Yefta menjadi kepala–bukan hanya panglima perang–atas seluruh penduduk Gilead. Maka Yefta meminta mereka membuat komitmen/perjanjian bahwa ia akan dijadikan pemimpin kalau bisa mengalahkan Amon (ayat 9-10).

Satu hal yang menarik adalah: ketika para tua-tua dan rakyat Israel mengangkat dia menjadi kepala dan panglima mereka; Yefta tidak merasa cukup. Ia masih punya kecurigaan, bahwa orang-orang ini hanya datang kepadanya ketika butuh saja; dan kalau sudah tidak memerlukan, mereka bisa membuangnya kembali–seperti pengalaman masa lalunya. Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa (ayat 11).

Ia tidak mau hanya perjanjian dengan manusia, tetapi ia menginginkan ada perjanjian di hadapan TUHAN. Proses ini berbeda dengan hakim-hakim sebelumnya, di mana TUHAN yang berinisiatif memanggil/membangkitkan seorang hakim. Sekarang, inisatif mengangkat pemimpin datang dari umat–lalu mengikat perjanjian di hadapan TUHAN. Metode ini juga berkenan kepada TUHAN, dibuktikan dengan kepenuhan Roh TUHAN atas Yefta ketika akan maju berperang (ayat 29).

Apakah Tuhan yang mulai memanggil, ataukah komunitas/situasi yang berinisiatif untuk memilih seseorang–keduanya dipakai Tuhan untuk mengangkat seseorang menjadi pemimpin. Yang terpenting adalah: Tuhan dilibatkan di sana, Tuhan memberkati dan memberikan peneguhan kepada pemimpin itu. Yang penting adalah: ada perjanjian dengan Tuhan–sebab perjanjian manusia itu tidak bisa dipercaya.

Penerapan:
Mendoakan semua komitmen atau kontrak atau perjanjian kepada Tuhan, meminta Tuhan untuk memberkati dan meneguhkan–kalau Ia berkenan. Jangan merasa yakin atau cukup hanya dengan perjanjian manusia.

Views: 22

This entry was posted in Hakim-hakim, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *