Dua Panglima yang Dikalahkan Perempuan

Hakim-hakim 4:11-24

Heber, orang Keni, memisahkan diri dari suku Keni; ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Ia sampai di pohon tarbantin di Zaanaim dekat Kadesh (ayat 11). Lokasi kemahnya di sebelah utara medan peperangan Barak melawan Sisera. Tidak diketahui mengapa memisahkan diri dari sukunya dan pindah ke lokasi itu. Dan tidak diketahui juga kapan tepatnya dia pindah, yang jelas ia telah berkemah di lokas itu sebelum peperangan terjadi.

Sekalipun tidak ada yang tahu, dan memandang sebagai sebuah “kebetulan”. Tetapi TUHAN tahu, sebab Ia yang membuat rencana, bahwa kemenangan Israel akan diatributkan kepada seorang perempuan (ayat 9). Bukan hanya Debora–yang memang turut mendampingi Barak dalam peperangan sebagia nabiah/hakim, tetapi ternyata ada perempuan lain yang akan dipakai oleh Tuhan.

Sisera mengirim pasukannya dengan 900 kereta besi ke arah Gunung Tabor, di mana pasukan Barak telah berkumpul (ayat 12-13). Debora menyatakan nubuat dari TUHAN kepada Barak: “… inilah harinya TUHAN menyerahkan Sisera ke dalam tanganmu … TUHAN telah mau di depan engkau” (ayat 14). Maka Barak dan 10 ribu pasukannya turun dari Gunung Tabor untuk menghadapi paskan Sisera. TUHAN menepati janji-Nya: TUHAN mengacaukan Sisera serta segala keretanya dan pasukannya, seluruh tentara Sisera tewas (ayat 15-16).

Karena kalah dan untuk menghindari kejaran pasukan Barak, Sisera turun dari keretanya dan melarikan diri dengan berjalan kaki. Ia sampai ke kemah Yael, istri Heber. Ternyata ada hubungan baik antara raja Yabin–yang dilayani oleh Sisera dengan keluarga Heber (ayat 17). Karena ada relasi baik itulah, Sisera merasa aman untuk bersembunyi ke kemah Heber. Lagi pula, yang menyambutnya “hanyalah” Yael, seorang perempuan.

Sikap dan tindakan Yael kepada Sisera memang tidak menunjukkan indikasi bahahaya apapun; (1) Yael menyambut dengan ramah dan mengundang Sisera masuk ke kemahnya; (2) Yael meyakinkan dia dengan kata-kata yang menjanjikan keselamatan “Jangan takut”; (3) Yael menyembunyikan Sisera di bawah selimut, dan memberi minum; dan (4) Yael menurut ketika diminta berjaga di pintu dan tidak membocorkan persembunyian Sisera (ayat 18-20).

Sisera mearasa aman: di ada di keluarga yang bersahabat dengan rajanya, yang dirumah hanya seorang perempuan biasa–yang kalah kuat dibandingkan dia, seorang panglima perang, dan perempuan itu menunjukkan hospitality dan berjanji mau melindunginya.

Tetapi, ketika Sisera tertidur lelap, Yael mengambil patok kemah dan dengan mengendap-endap ia mendekati Sisera yang sedang tidur, lalu melantakkan patok itu ke pelipis Sisera sampai tembus ke tanah (ayat 21). Cara menyerang yang tidak memerlukan tenaga yang besar, perempuan biasapun bisa melakukannya. Sisera mati konyol di tangan perempuan, bukan dalam peperangan, tetapi ketika ia sama sekali tidak waspada karena lelap tertidur; ia mempercayai perempuan itu 100%, dan tidak percaya bahwa perempuan itu bisa membunuhnya!

Pada waktu itu, Barak yang mencari/mengejar Sisera sampai di kemah Yael. Yael menambutnya dan menunjukkan orang yang sedang dikejarnya. Barak mungkin menduga bahwa Yael hanya akan menunjukkan tempat persembunyian Sisera, tetapi ternyata ia menemukan musuhnya sudah mati terkapar, dengan patok tenda menembus pelipisnya sampai ke tanah (ayat 22).

Ini adalah kisah dua laki-laki yang “dikalahkan” oleh perempuan! Barak dikalahkan Debora dan Yael karena ia tidak punya cukup iman untuk mentaati TUHAN, sekalipun TUHAN sudah memberikan janji kemenangan yang jelas! Akibatnya, Barak kehilangan kesempatan untuk dimuliakan TUHAN dan dicatat sebagai pahlawan.

Sedangkan Sisera mati konyol di tangan perempuan yang jauh lebih lemah dibandingkan dirinya, karena ia merasa aman terlalu percaya kepada janji dan sikap bersahabat Yael, sehingga sama sekali tidak waspada kepada kemungkinan bahaya yang bisa menimpanya! Yang satu kurang percaya diri sehingga ragu-ragu, yang lain terlalu percaya diri sehingga sembrono.

Penerapan:
(1) Meminta kepada Tuhan hati yang beriman kuat kepada janji-Nya, sehingga tidak ragu dan berani untuk melangkah dengan berpegang kepada janji-Nya.
(2) Meminta kepada Tuhan hati yang berhikmat, hati yang tidak merasa kuat sehingga bersikap sembrono, supaya bisa terhindar dari tipu daya, kelicikan, bahaya atau serangan dari pihak yang saya anggap tidak mungkin melakukannya.

Views: 17

This entry was posted in Hakim-hakim, Perjanjian Lama, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *