Mengeskploitasi kelemahan orang lain

But let every person carefully scrutinize and examine and test his own conduct and his own work. He can then have the personal satisfaction and joy of doing something commendable [in itself alone] without [resorting to] boastful comparison with his neighbor. (Gal. 6:4 – Amp).

Saya mudah sekali untuk membicarakan keburukan orang lain. Menceritakan ulang kelemahan atau kesalahan orang, menganalisisnya, menjadikannya bahan pembicaraan atau gunjingan–itu semua merupakan tindakan yang sangat sering saya lakukan. Boleh dikatakan sudah menjadi kebiasaan.

Saya terbiasa melakukannya, karena saya menikmatinya–itu menjadi keasyikan bagi saya. Saya menikmatinya karena itu membuat saya merasa lebih baik daripada orang yang sedang saya bicarakan itu! Saya memompa balon kesombongan dan ego saya dengan keburukan dan kelemahan orang lain. Pada saat yang sama, hal itu membuat mata dan hati saya semakin tertutup terhadap kelemahan, kesalahan, dan kegagalan saya sendiri.

Dampaknya jelas sangat destruktif. Bagi orang yang menjadi bahan pembicaraan, itu berarti rusaknya reputasi dan nama buruk yang tersebar ke mana-mana. Ia sudah dihakimi di belakang punggung, dan tanpa ia menyadari, sebuah atau beberapa vonis atas karakternya telah dijatuhkan. Betapa tidak adilnya, karena ia tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk membela diri!

Bagi diri saya sendiri, itu berarti membangun kesombongan dan tinggi hati–sifat yang ditentang dengan sangat keras oleh Tuhan. Sisi yang lain, itu membuat saya semakin tumpul kepada realitas diri saya sendiri yang sarat dengan kelemahan, kesalahan, dan kegagalan–sebuah candu yang melenakan, sehingga saya merasa aman serta puas diri, yang pada giliran berikutnya membuat saya berhenti berjuang untuk memperbaiki diri dan bertumbuh ke arah keserupaan dengan Kristus.

Berhenti membicarakan, menilai dan menghakimi orang lain. Bicarakan, nilai, dan hakimi diri sendiri! Tuhan akan menegur saya seperti Ia menegur jemaat yang suam-suam kuku di Laodikia:

Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat. (Wahyu 3:17-18)

Tolonglah saya, agar saya berhenti mengeksploitasi kelemahan orang lain untuk memuaskan ego saya pribadi. Tolonglah agar saya fokus kepada pertumbuhan kehidupan saya, tanpa membandingkan dengan orang lain. Tolonglah agar kata-kata yang keluar dari mulut saya bukan merupakan kritik, gossip, gunjingan, pelecehan dan serangan kepada orang lain; namun kata-kata yang membawa berkat, yang menopang, yang menyukakan, dan membawa damai sejahtera.

Views: 7

This entry was posted in Galatia, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *