Kedegilan Hati

Markus 8:10-13

Setelah membubarkan orang banyak, Yesus masuk ke dalam perahu dan menyeberang ke bagian wilayah Dalmanuta, dalam catatan Injil Matius, tempat itu merupakan perbatasan Magada (Matius 15:39). Di sini, Yesus harus menghadapi dua situasi: (1) tuntutan tanda dari orang-orag Farisi dan (2) kedegilan hati/pikiran murid-murid-Nya.

Datanglah orang-orang Farisi bersoal jawab (suzeteo): to seek something together, to investigate jointly, to discuss, to dispute with. Yesus tidak mendiamkan, tetapi merespons pertanyaan-pertanyaan orang Farisi. Tetapi, tidak hanya berdiskusi untuk menemukan kesepakatan; orang Farisi mencobai (peirazo: menguji, menuntut bukti, memeriksa/examine) Yesus. Mereka menuntut Yesus menunjukkan tanda dari langit: fenomena yang terjadi di langit. Semua pengajaran dan mujizat yang dilakukan Yesus tidak cukup untuk meyakinkan orang-orang Farisi.

Mengapa tidak cukup, karena mereka menganggap bahwa Yesus melakukannya dengan kuasa roh jahat atau Beelzebub (Lukas 11:15). Ada kepercayaan di antara mereka, bahwa si Jahat bisa menirukan mujizat Tuhan di bumi, contohnya ketika ahli-ahli sihir Firaun menirukan tanda yang dibuat oleh Musa (Keluaran 7:11, 22; 8:7). Hanya tanda di langit yang membuktikan apakah seseorang berasal dari Tuhan: Musa menurunkan manna dari langit, Yosua menghentikan peredaran marahari dan bulan, Elia menurunkan api dari langit.

Tetapi, sebenanrya itu hanyalah wujud kekerasan hati mereka karena sudah memilih untuk tidak percaya kepada Yesus. Sebab, sebenarnya, kalau mereka jujur, mereka sudah bisa menyimpulkan bahwa Yesus berasal dari Allah. Salah satu Farisi terkemuka, yaitu Nikodemus mengatakan: “Kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya” (Yohanes 3:2). Nikodemus, yang orang Farisi, mengakui bahwa Yesus berasal dari Allah ketika melihat bukti karya Yesus, karena ia memang sedang mencari kebenaran. Sementara orang-orang ini hatinya sudah tidka mau percaya–masih terus menuntut tanda-tanda dari Yesus.

Yesus mengeluh di dalam hatinya melihat kekerasan hati orang-orang Farisi. Yesus menolak memberikan tanda kepada orang-orang Farisi dan menyatakan bahwa kepada mereka tidak akan diberi tanda apapun. Apakah ini berarti Yesus sudah berputus asa atas mereka? Sudah tidak mau lagi mengusahakan agar mereka mau percaya? Yesus tidak bisa diatur oleh tuntutan orang yang tidak percaya! Motivasi orang Farisi bukanlah untuk percaya, tetapi justru untuk menjatuhkan Yesus.

Ada orang yang bertanya dan meminta bukti, bukan karena memiliki ketulusan ingin percaya, tetapi karena ingin mencari celah kesalahan dan ingin mendeskreditkan. Untuk orang-orang seperti ini, Tuhan tidak memberi jawaban. Tuhan tidak diatur atau dikendalikan oleh manusia. Siapakah manusia sehingga “menguji” Tuhan? Seolah-olah manusialah yang menentukan apakah Tuhan itu lolos uji atau tidak. Manusia menempatkan dirinya di posisi yang lebih tinggi, karena ia menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Tuhan! Ini adalah kesombongan yang menghalangi orang untuk percaya.

Yesus sudah merasa cukup untuk meladeni orang-orang yang tidak mau percaya ini. karena seperti Firaun, hati mereka sudah keras, sehingga tetap tidak akan mau percaya sekalipun sudah melihat berbagai tanda yang dilakukan oleh Tuhan. kaena itu, Yesus menolak tuntutan mereka. Ia tidak akan memberikan tanda kepada mereka lagi. Sekalipun Tuhan itu panjang sabar dan penuh kasih karunia; tetapi akan ada waktunya di mana Tuhan berkata: Sudah cukup. Ia menjatuhkan hukuman kepada orang Israel sehingga mereka harus mengembara 40 tahun di padang gurun (Bilangan 34-35). Ia menyerahkan umat-Nya untuk dibuang dan Bait-Nya diratakan dengan tanah (2 Tawarikh 36:15-21). Ia mennyerahkan orang yang tidak mau percaya kepada dosa mereka (Roma 1:21-32).

Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan tidak akan pernah kehabisan kesabaran kepadamu. Benar, Ia adalah Tuhan yang mengasihimu, tetapi Ia juga Tuhan yang Mahakudus dan Benar dan Adil. Kasih-Nya kepadamu tidak membuatnya ragu untuk menjatuhkan murka atau hukuman kepadamu kalau kamu kelewatan di dalam pemberontakannmu kepada-Nya. Karena itu, “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, sekalipun mereka melihat perbuatan-perbuatan-Ku, empat puluh tahun lamanya.” (Ibrani 3:7-9).

 

Views: 4

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *