Uang di Bait Allah: komersialisme atau ibadah?

Bahan bacaan: Lukas 19:45-21:4.

Di Bait Allah, di Yerusalem. Terjadi dua peristiwa yang menyandingkan antara ibadah dan uang. Yang satu negatif, yang lain positif. Yang satu mendatangkan murka Tuhan, yang lain mendatangkan pujian dari Tuhan.

Tuhan Yesus tidak hanya mengajar, namun Ia bertindak membersihkan Bait Allah dari para pedagang. Bait Allah adalah rumah doa–wahana untuk beribadah; namun orang-orang di jaman itu menggunakannya untuk keperluan dagang, tindakan yang dikatakan Tuhan Yesus sebagai “menjadikannya sarang penyamun” (Lukas 19:46).

Komersialisasi ibadah. Mengubah atau memanfaatkan lembaga penyembahan kepada Tuhan menjadi sarana untuk mendapatkan keuntungan materi (dan non materi). Apa yang ada di benak saya ketika saya mendapat kesempatan untuk melakukan aktivitas pelayanan? Fokus kepada tujuan untuk membantu jemaat mengenal dan menyembah Tuhan, atau membayangkan pundi-pundi uang (atau pujian atau keuntungan psikologis lain) yang akan saya dapatkan darinya?

Di kutub lain, Tuhan Yesus memuji seorang janda yang memasukkan 2 koin mata uang terkecil ke dalam kotak persembahan. Sementara orang-orang kaya yang memasukkan uang dalam jumlah besar, justru tidak dipuji-Nya. Karena orang-orang kaya itu memberi sedikit dari kelimpahan yang mereka miliki, sedangkan si janda itu menyerahkan semua yang dimilikinya.

Sistem akuntansi sorga tidak menilai berdasarkan nominal, namun proporsi yang dilandasi sikap hati. Persembahan orang kaya itu takkan punya efek apapun atas hidup mereka, sedangkan si janda mengambil resiko dengan pemberiannya, sebab ia kemudian jadi tidak punya uang sama sekali, sebab seluruh nafkahnya telah dipersembahkan: “All these people gave their gifts out of their wealth; but she out of her poverty put in all she had to live on.” (Lukas 21:4 – NIV).

Real gift will cost you something. Real ministry means you have to sacrifice something for God and others–not to get something for yourself.

Views: 9

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *