Bisakah Tuhan Disuap?

Bilangan 23-24

Tuhan tidak bisa disuap dengan persembahan atau pelayanan atau pekerjaan baik, supaya Ia menuruti kehendak manusia. “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?” (Bilangan 23:19). Bukan kehendak manusia, tetapi kehendak Tuhanlah yang pasti terjadi. Janganlah seseorang berpikir, bahwa mentang-mentang ia sudah melayani Tuhan, atau melakukan perbuatan baik, maka ia bisa mengatur Tuhan. Tuhan bukan manusia, yang bisa disuap dan bisa dimanipulasi karena sudah “berhutang budi”.

Tiga kali Balak dan Bileam memberikan korban di atas 7 mezbah, di tiga tempat yang berbeda. Setiap kali mereka berfikir: mungkin kali ini Tuhan akan berubah sikap dan mau membiarkan kutuk dikirimkan kepada Israel. Tetapi semua koban itu, semua pergantian tempat itu, tidak membuat Tuhan mengganti sikap-Nya. Tuhan tetap menyatakan berkat untuk bangsa Israel melalui mulut Bileam.

Pada usaha yang pertama dan kedua, Bileam meningalkan Balak di dekat altar, sementarta ia menyendiri untuk bertemu dengan Tuhan. Dua kali Tuhan menyatakan diri kepada Bileam dan menyuruh Bileam untuk mengatakan kepada Balak apa yang Tuhan inginkan. Bileam mendengar maksud Tuhan, dan mengutarakannya kepada Balak dalam bentuk puisi.

Pada usaha yang ketiga, terjadi perubahan. Bileam menyadari bahwa Tuhan menghendaki untuk memberkati israel. Karena itu, Bileam tidak lagi pergi menyendiri untuk mencari pertanda. Bileam tetap berdiri di dekat altar sambil matanya memandang ke arah padang gurun, ke arah perkemahan orang Israel. Dan Roh Tuhan menghinggapi Bileam, sehingga ia mengucapkan kata-kata nubuat yang berasal dari Tuhan sendiri.

Balak menjadi marah dan mengusir Bileam. Bileam kemudian mengucapkan nubuat tentang bangsa Moab: akan muncul pemimpin Israel yang akan menghancurkan Moab, pemimpin itu akan muncul di masa depan. Juga nubuat kekalahan bagi bangsa Amalek, dan kekalahan orang Keni dari bangsa Asyur. Bileam juga mengucapkan nubuat kekalahan Asyur dan Heber oleh orang Kitim yang datang dengan kapal.

Dalam nubuat Bileam, Tuhan menyatakan diri sebagai Penguasa, melampauai semua kerajaan, memerintah di atas semua raja. Tuhan menetapkan bangsa mana yang menjadi besar, dan bangsa mana yang akan dihancurkan. Tuhan yang menentukan semua dinamika politik yang sedang terjadi, yang akan terjadi dalam waktu dekat, dan yang akan terjadi di masa jauh di depan. Tuhan adalah Penguasa, Raja segala Raja; bagaimana mungkin manusia bisa mengatur Tuhan? Dengan apa manusia bisa menyuap Tuhan?

Dalam nubuatan Bileam itu, dua kali ia mengatakan: ia sudah mendengar firman Allah, melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa, sampai rebah tapi dengan mata tersingkap. Bileam sungguh-sungguh mengalami pertemuan dengan Tuhan, ia berkomunikasi dengan Tuhan, bahkan Roh Tuhan menghinggapinya. Namun Bileam tetap tidak mengenal Tuhan. Semua pengalaman dengan Tuhan itu tidak membuat Bileam sungguh-sungguh percaya dan menyerahkan hidup kepada Tuhan.

Pada bagian firman Tuhan yang lain, Bileam justru memberi nasihat kepada raja Moab agar membujuk Israel untuk ikut menyembah berhala dan melakukan perzinahan dengan perempuan-perempuan Moab (Wahyu 2:14). Bileam digambarkan sebagai seorang yang melakukan perbuatan yang jahat demi untuk mendapat upah (2 Petrus 2:15; Yudas 1:11). Akhirnya, Bileam mati terbunuh oleh bangsa Israel (Yosua 13:22).

Pelajaran terpenting dari renungan ini: Tuhan bukanlah manusia. Tuhan berdaulat, Tuhan berkuasa, Tuhan adalah Penentu segala-galanya. Tuhan tidak bisa diatur, dimanipulasi, disuap, atau dipengaruhi seperti manusia. Sikap apa yang paling tepat di hadapan Tuhan yang seperti itu? Satu, menyadari bahwa pelayanan, persembahan, perbuatan baik itu bukanlah perbuatan menanam jasa baik yang nantinya bisa dipakai untuk mempengaruhi Tuhan. Kedua, menundukkan diri kepada Tuhan; mendengarkan baik-baik apa kehendak Tuhan dan melakukannya. Sebab kehendak Tuhanlah yang pasti akan terjadi.

Views: 6

This entry was posted in Bilangan, Perjanjian Lama, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *