Hakim-hakim 13:1-9
Ketika bangsa Israel terjerumus semakin parah dalam dosa mereka, TUHAN bertindak memulai karya penyelamatan-Nya. Dari sekian juta orang Israel, mata TUHAN tertuju kepada sepasang suami-istri dari suku Dan. Ada seorang dari Zora, suku Dan, bernama Manoah, istrinya mandul, tidak beranak (ayat 2). TUHAN suka memilih “pecundang”–mau melahirkan pemimpin, yang dipilih justru pasangan yang mandul. Supaya nyata, bahwa TUHAN yang berkerja, dan bukan karena kekuatan manusia.
Malaikat TUHAN menampakkan diri kepada istri Manoah, dan berfirman: “Memang engkau mandul, tidak beranak, TETAPI engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki” (ayat 3). TUHAN menujukkan kelemahan/handicap perempuan itu: mandul; itu situasinya, itu kondisinya–kondisi/kelemahan yang tak bisa diapa-apakan lagi secara manusiawi. Namun, TUHAN tidak berhenti pada menunjukkan realitas kelemahan, Ia melanjutkan dengan “tetapi”–menjanjikan situsi yang berkebalikan dengan kondisi saat ini–di dalam TUHAN tidak ada yang mustahil untuk diubah; separah apapun keadaannya sekarang.
Betapa besar janji TUHAN kepada istri Manoah. Tidak hanya ia akan mengandung–itu saja sudah sebuah perkara yang sangat besar, sebab itu berarti ia tidak perlu menanggung malu/aib lagi. Tidak hanya mengandung, tetapi akan melahirkan anak laki-laki–kemurahan yang sangat besar, sebab anak laki-laki merupakan penerus keluarga. Dan tidak hanya itu, anak-laki-laki yang aakn dikandungnya itu akan menjadi pahlawan TUHAN bagi bangsanya (ayat 3-5)!
Kemudian, TUHAN menyatakan hal yang harus dilakukan oleh istri Manoah untuk menerima perubahan dari TUHAN itu: “Peliharalah dirimu!” (ayat 4). Perempuan itu tidak lagi bisa hidup sembarangan, ia harus mengubah pola/cara hidupnya: tidak minum anggur/minuman memabukkan, tidak makan yang haram, sebab anak yang dikandung akan menjadi nazir Allah sejak dalam kandungan.
Perempuan itu datang kepada Manoah dan menceritakan bahwa ia didatangi malaikat Allah yang menyatakan rencana TUHAN kepadanya (ayat 6-7). Manoah mengenali bahwa itu utusan TUHAN, karena itu ia berdoa meminta TUHAN memberikan peneguhan kepadanya–di tengah penyelewengan Israel, masih ada orang yang mengenal dan berdoa kepada TUHAN. Apakah itu salah satu kriteria orang yang bisa dipakai TUHAN? Seperti Nuh, yang hidup bergaul dengan TUHAN, di tengah umat manusia yang semakin jahat (Kej. 6:8-9).
Isi doa Manoah berkenan di hati TUHAN: “Ya Tuhan, kiranya … mengajar kami, apa yang harus kami perbuah kepada anak yang akan lahir itu.” (ayat 8). Doa ini mengandung beberapa makna: (1) iman/kepercayaan kepada janji TUHAN, bahwa ia akan punya anak; (2) pengakuan bahwa ia tidak tahu bagaimana menerima dan merespons anugerah TUHAN itu dengan benar; maka (3) memohon agar TUHAN yang mengajari dia apa yang harus dilakukan atas anugerah TUHAN itu. Maka Allah mendengarkan permohonan Manoah (ayat 9).
Persoalan utama banyak orang, termasuk saya, adalah: merasa tahu dan mampu untuk mengerjakan rencana Tuhan. Ketika menerima anugerah Tuhan berupa pekerjaan atau pelayanan; langusng merasa bisa: membuat analsisi sendiri, menyusun strategi ini-itu, merencanakan macam-macam kegiatan, dan sebagainya. Padahal seharusnya yang dilakukan adalah: tersungkur di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa tidak tahu apa-apa dan meminta agar Tuhan yang mengajari/memimpin.
Panggilan itu dari Tuhan, caranya harus memakai cara Tuhan, dilakukan dengan kuasa/kekuatan Tuhan. Itulah mengapa banyak kegagalan dan kehancuran dan pelayanan yang tidak efektif, karena orang mengerjakan panggilan Tuhan dengan pikiran, rencana, metode, dan kekuatannya sendiri. Setiap ada sesuatu, langsung dianalisis/dipikir/diputuskan sendiri; padahal seharusnya setiapkali harus dimulai dengan: bersujud di kaki Tuhan dan meminta Tuhan mengajari apa yang harus dilakukan!
Penerapan:
(1) Mengakui dosa kesombongan saya: merasa tahu dan mampu mengerjakan pekerjaan Tuhan–sehingga tidak memulai apapun denga berdoa minta pimpinan dan pengajaran Tuhan, melainkan langsung berpikir dan bertindak sendiri.
(2) Mulai membangun pola hidup yang rendah hati di hadapan Tuhan terkait dengan pekerjaan/panggilan: memulai setiap pekerjaan dengan berdoa, meminta pimpinan/petunjuk Tuhan apa yang harus dilakukan, dan mentaati pimpinan Tuhan itu.
Views: 28