Merespon Kuasa Tuhan

Lukas 8:26-39

Respon seseorang kepada pekerjaan Tuhan itu tidak selalu sama. Melihat dan mengalami pekerjaan Tuhan yang sama, dua orang bisa memberikan respon yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Manusia adalah makhluk yang responnya merupakan produk dari proses yang kompleks, tidak sesederhana hitungan satu tambah satu sama dengan dua. Kisah di Gerasa adalah salah satu contohnya.

Selepas dari krisis angin taufan di Danau Galilea, Tuhan Yesus dan para murid mendarat di tanah orang Gerasa, yang letaknya di seberang Galilea. Dua orang yang dikuasai oleh roh jahat (Mat. 8:28) langsung menemui Tuhan Yesus. Roh-roh jahat itu sudah merusak hidup keduanya: secara fisik, secara sosial, secara psikologis, secara spiritual–kerusakan yang total (Luk. 8:27,29).

Ketika Tuhan Yesus memerintahkan roh-roh jahat untuk keluar dari kedua orang itu, roh-roh jahat itu minta agar diijinkan masuk ke dalam kawanan babi. Setelah Tuhan Yesus mengabulkan permintaan mereka, roh-roh jahat keluar dari kedua orang itu dan merasuki kawanan babi, yang menjadi menjadi gila lalu terjun ke dalam danau dan mati lemas.

Dua orang yang sudah bebas dari cengkeraman kuasa roh-roh jahat itu menjadi waras, berpakaian, dan hati mereka dipenuhi ucapan syukur atas kasih Tuhan yang sudah mereka alami–ditunjukkan dengan keinginan mereka untuk mengikut dan melayani Tuhan Yesus.

***

Yang menarik untuk dilihat adalah respon yang ditunjukkan oleh penduduk daerah Gerasa. Mereka mendatangi lokasi itu setelah mendapat laporan dari para penjaga kawanan babi. Dan ketika mereka melihat bahwa dua orang kerasukan itu sudah waras, berpakaian, dan duduk di kaki Tuhan Yesus, mereka menjadi sangat ketakutan (Luk. 8 35,37). Dan mereka meminta agar Tuhan Yesus pergi meninggalkan mereka.

Mengapa mereka malah meminta Tuhan Yesus pergi? Padahal, ketika Tuhan Yesus melepaskan orang yang dirasuk setan di Kapernaum, orang-orang yang melihat menjadi takjub dan kemudian justru datang kepada Tuhan Yesus dengan membawa orang sakit dan kerasukan, agar disembuhkan oleh Tuhan Yesus (Markus 1:21-24). Pada kasus di Kapernaum, rasa takjub dan heran atas kuasa Tuhan Yesus mendatangkan pengharapan agar mereka boleh mengalami kuasa itu. Apa yang ada di dalam hati orang-orang Gerasa? Mengapa responnya berbeda bahkan bertolak belakang dari orang-orang di Kapernaum?

Pada ayat 35, penduduk Gerasa datang dan melihat bahwa orang yang tadinya kerasukan itu duduk di kaki Tuhan Yesus, sudah berpakaian dan waras. Maka takutlah mereka. Beberapa versi terjemahan bahasa Inggris menggunakan kata “afraid” (phobeo): takut dalam konotasi heran/takjub melihat fenomena yang aneh atau luar biasa.

Pada ayat 36, dicatat bahwa para saksi mata kemudian memberitahu mereka bagaimana cara orang yang kerasukan itu dilepaskan, yaitu: bagaimana Tuhan Yesus mengijinkan agar roh-roh jahat itu pindah merasuki kawanan babi, sehingga kawanan itu kemudian binasa.

Mendengar penjelasan itu, penduduk Gerasa menjadi sangat ketakutan. Alkitab dalam bahasa Inggris menggunakan kata “taken with great fear” atau “overcome with fear“. Kata Yunani yang digunakan adalah: megas phobos–teror, ketakutan yang sangat besar, sehingga menyebabkan orang mau lari dari sesuatu yang menakutkan/menteror. Dan karena merak tidak bisa lari ke mana-mana, maka mereka memohon agar Tuhan Yesus yang pergi meninggalkan mereka.

Penduduk Gerasa melihat bahwa Tuhan Yesus adalah Pribadi yang berkuasa. Dan kuasa-Nya itu begitu dahsyat sehingga selain membebaskan orang dari kerasukan, namun juga disertai dengan kehancuran yang juga dahsyat–musnahnya ribuan babi yang sedang digembalakan, yang berarti kerugian harta yang sangat besar. Mereka tidak siap untuk menerima kehadiran Pribadi dengan kuasa yang seperti itu: kuasa untuk menyelamatkan, namun sekaligus disertai kuasa untuk menghancurkan.

Agaknya, Tuhan Yesus melihat bahwa penduduk daerah itu memang tidak siap untuk menerima-Nya. Karena itu, Ia kembali menaiki perahu untuk berlayar meninggalkan daerah itu.  Tuhan Yesus yang Mahakuasa itu tidak mau memaksa orang yang belum siap. Ia yang sebelumnya menunjukkan otoritasnya atas ribuan roh-roh jahat, sekarang menuruti permintaan penduduk yang menolak kehadiran-Nya.

***

Peristiwa yang mirip pernah dialami oleh Simon Petrus. Setelah melihat betapa dahsyat kuasa yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus, Simon Petrus tersungkur dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk. 5:8). Simon merasa sangat tidak layak untuk didatangi Tuhan Yesus. Namun, Tuhan Yesus tidak menuruti permintaan Simon. Justru Ia berkata: “Jangan takut”, dan memanggil mereka untuk mengikuti Dia, dilatih menjadi penjala manusia.

Tuhan Yesus melihat bahwa permintaan Simon agar Ia pergi itu bukan karena Simon tidak mau atau menolak kehadiran-Nya. Tuhan Yesus tahu, bahwa permintaan itu didasari pada kesadaran Simon bahwa ia manusia berdosa yang tidak layak untuk mendapatkan kasih dan perhatian Tuhan. Sekalipun sama-sama meminta Tuhan Yesus agar pergi, namun sikap hati Simon berbeda dengan sikap hati orang-orang Gerasa.

Kalau saja, orang-orang Gerasa memiliki hati seperti Simon. Tuhan Yesus justru akan tetap tinggal  dan melayani mereka–sehingga mereka bisa mengalami anugerah keselamatan kekal itu. Anugerah keselamatan yang telah diterima oleh orang-orang yang tadinya dirasuk Legion.

Namun, Puji Tuhan, kisah ini tidak berakhir dengan catatan bahwa Tuhan Yesus pergi meninggalkan mereka. Karena, orang yang tadinya kerasukan Legion sekarang diperintahkan Tuhan untuk tinggal dan menjadi saksi atas karya keselamatan yang sudah Tuhan lakukan atas dirinya.

Views: 8

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *