Merespon Ujian Tuhan

Lukas 8:22-25

Ujian adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah proses belajar. Ujian akan menunjukkan seberapa jauh seseorang memahami, menghayati, dan mampu mengaplikasikan pengajaran yang telah diterimanya. Perumpamaan tentang benih (Lukas 8:1-15) akan nampak nyata kebenarannya ketika seseorang diijinkan Tuhan untuk masuk ke dalam ujian kehidupan. Para murid pun mengalami hal yang sama.

Setelah mendengarkan semua pengajaran Tuhan Yesus, bisa jadi para murid merasa bersemangat dan tercerahkan. Apalagi ketika mendengar bagaimana Tuhan Yesus memberi respon atas kedatangan keluarga-Nya (Lukas 8:21); mungkin para murid merasa istimewa, sebab mereka–sekalipun tidak punya hubungan keluarga–dipandang sebagai keluarga Tuhan Yesus, karena mereka telah mendengarkan firman Allah.

Tetapi perasaan-perasaan itu tidak cukup. Peristiwa di Danau Galilea membuktikan bahwa para murid belum sepenuhnya menghayati dan mampu mengaplikasikan pengajaran yang mereka terima. Di tengah persoalan yang tiba-tiba melanda, semua pengajaran itu seolah lenyap–dikalahkan oleh ketakutan kepanikan, dan keputusasaan sehingga mereka berteriak “Kita binasa!”

Setelah meredakan angin dan air yang mengamuk dengan hanya bersabda, Tuhan Yesus menegur para murid: “Di manakah kepecayaanmu?” Karena Tuhan Yesus melihat, bahwa persoalan utama mereka adalah: kepercayaan kepada Tuhan dan firman-Nya itu belum terbentuk di dalam hidup mereka. Dalam ketakutan dan kepanikan, mereka merasa yakin bahwa persoalan itu tidak bisa dipecahkan–bahwa mereka pasti binasa.

Padahal pada awal perjalanan, Tuhan Yesus sudah mengatakan bahwa mereka akan “Bertolak ke seberang”. Para murid belum memiliki iman yang menolong mereka untuk meyakini penyertaan Tuhan–kalau Tuhan menghendaki sesuatu, maka Ia akan menyertai sampai kehendak-Nya itu terlaksana, sekalipun di dalam prosesnya akan muncul berbagai masalah yang secara manusiawi mustahil untuk dihadapi dan diatasi. Kuasa-Nya cukup untuk menyelesaikan segala macam persoalan dan tantangan. Mereka pasti sampai ke seberang!

Di dalam kemurahan Tuhan, para murid diuji. Saat itu mereka belum lulus, namun pengalaman kegagalan itu menjadi sesi pengajaran yang lain. Mereka diperhadapkan kepada otoritas Illahi Tuhan Yesus yang berkuasa atas alam. Sebuah pelajaran yang pasti akan tertanam sangat kuat, karena di diterima dalam konteks kehidupan yang nyata. Di tangan Tuhan, kegagalan dalam ujian menjadi sarana untuk mengajar dan menyatakan kuasa-Nya yang sempurna.

Salah satu sikap hati yang harus dimiliki oleh seorang murid adalah: terbuka untuk belajar. Dalam kesempatan apapun–keberhasilan atau kegagalan, terus menyediakan diri dengan rendah hati untuk belajar. Gagal dalam sebuah ujian bukan akhir kehidupan, justru menjadi sebuah pengalaman belajar yang lebih kuat dampaknya.

Views: 8

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *