Penundukan Diri Kepada Otoritas

Lukas 2:41-52

Salah satu karakter yang nampak sangat kuat di dalam hidup Yesus adalah: penundukkan diri. Sebagai Anak Allah, Ia menundukkan diri di bawah otoritas Bapa-Nya: “”Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Matius 26:39); sebagai Anak Manusia, Ia tetap hidup (tunduk/taat/obedience) di dalam asuhanYusuf dan Maria (Lukas 2:51).

Kalau dalam perikop sebelumnya Injil Lukas mencatat bagaimana Yusuf dan Maria setia melakukan tanggung jawab mereka sebagai orangtua yang baik bagi Yesus, maka pada perikop ini dicatat satu potret yang mewakili model kehidupan Yesus sebagai anak dan remaja–ketika Ia masih harus berada di bawah asuhan orangtua angkat-Nya di dunia.

Di bawah asuhan Yusuf dan Maria, Yesus bertumbuh baik di dalam segala aspek hidup-Nya: fisik, mental, sosial dan spiritual: “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” (Lukas 2:40). Orangtua Yesus setia beribadah–dan mereka mengikutsertakan Yesus untuk menjalankan ibadah itu: salah satunya adalah dengan setiap tahun pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah.

Tidak dicatat dengan jelas apakah Yesus selalu diajak ke Bait Allah untuk merayakan Paskah, namun ada kesan bahwa itu sesuatu yang teratur (menjadi kebiasaan/kelaziman) keluarga Yusuf-Maria (Lukas 2:42). Yang dicatat oleh Injil Lukas adalah satu insiden yang terjadi ketika mereka merayakan Paskah saat Yesus berusia 12 tahun: Yesus tetap tinggal di Yerusalem tanpa sepengetahuan orangtua-Nya.

Ada beberapa pelajaran menarik dari peristiwa ini terkait dengan karakter hidup Anak/Remaja Yesus:

  1. Yesus bukan seorang anak yang biasa membuat masalah. Hal ini bisa dilihat bahwa orangtuanya tidak merasa cemas ketika Yesus tidak pulang bersama mereka. Baru setelah sehari perjalanan jauhnya, orangtua-Nya mulai mencari Yesus (Lukas 2:44). Kalau Yesus seorang Anak yang nakal, pasti sejak awal orangtuanya akan selalu ketat mengkuatirkan-Nya.
  2. Yesus menunjukkan minat/kehausan, hikmat dan kecerdasan yang luar biasa terkait dengan Firman Tuhan; sehingga menimbulkan rasa heran dan takjub dari para ulama (guru-guru agama). Selama 3 hari–tidak diketahui bagaimana Ia makan, minum, atau tidur–Yesus berada di pelatataran Bait Allah untuk mendengar dan berdiskusi dengan para ulama.
  3. Yesus sudah menyadari dengan akan identitas Diri-Nya sebagai Anak Allah dan panggilan-Nya untuk menjalankan misi Allah. Lihat bagaimana Ia menjawab kekuatiran orangtua-Nya: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Lukas 2:49). Dalam terjemahan lain dituliskan: “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus tinggal di rumah Bapa-Ku dan mengerjakan pekerjaan Bapa-Ku?”
  4. Sekalipun demikian, Yesus tetap tunduk di bawah otoritas Yusuf dan Maria. Meskipun Ia tahu bahwa Ia adalah Anak Allah, dan hidup-Nya bertujuan untuk melakukan pekerjaan Bapa-Nya, Yesus tetap menghormati orangtua angkatnya di dunia: Ia taat diajak pulang ke Nasaret dan tetap hidup taat di bawah asuhan orangtua-Nya sampai nanti tiba waktunya di mana Ia harus memulai pelayanan-Nya.

Setiap orang ditempatkan di bawah otoritas tertentu: di rumah, di masyarakat, atau di tempat kerja. Bagian yang harus kita lakukan sebagai umat Tuhan adalah: menundukkan diri di bawah otoritas yang Tuhan sudah tempatkan di atasnya. Sekalipun kita mungkin lebih pintar, terampil, atau berintegritas daripada pemimpin/atasan/guru/orangtua kita, namun panggilan untuk menundukkan diri itu tetap berlaku.

Tunduk yang berarti menghormati (respek), menghargai dan mengakui kekuasaannya. Tunduk yang berarti siap untuk melakukan perintah dan mentaati aturan–sekalipun bukan dengan membabi-buta, sebab kita tetap tidak bisa melakukan perintah yang jelas-jelas bertentangan dengan Firman Tuhan.

Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu–ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. (Efesus 6:1-3)

Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah, dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia. Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan. (Efesus 6:5-8)

 

Views: 7

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *