Konsistensi Hidup

2 Korintus  6:1-10

Salah satu persoalan yang acap kali harus dihadapi oleh sebuah institusi adalah: orang menolak dan mendiskreditkan institusi itu gara-gara kelakuan orang-orang yang ada di dalamnya, yang bekerja untuknya. Hal ini juga berlaku di dalam hal pengajaran/prinsip; orang menolak suatu prinsip karena melihat dan menilai bahwa kelakuan orang-orang yang meyakini prinsip itu justru tidak sesuai dengan prinsip yang mereka diyakini.

Paulus menyatakan bahwa ia tidak pernah menjadi batu sandungan dalam persoalan apapun kepada siapapun; tujuannya supaya pelayanannya tidak didiskreditkan. Justru, di dalam segala perkara Ia telah menunjukkan atau membuktikan dirinya sebagai seorang pelayan Tuhan.

Paulus menyebutkan karakter dan sikap yang ditunjukkannya dalam segala situasi: (1) saat menanggung penderitaan, kesesakan, dan kesukaran, ia menunjukkan kesabaran dan ketekunan; (2) dalam melakukan pelayanan, ia melakukan dengan kerja keras, kemurnian, pengetahuan, kemurahan, dan kasih yang tidak munafik; (3) saat harus menghadapi oposisi, penentangan, tipu daya, dan fitnah, ia memakai cara-cara keadilan dan kebenaran.

Paulus kemudian menyebut berbagai pengalaman kehidupannya sebagai hamba Tuhan yang begitu paradoksal. Ia dihormati, juga dicela; diumpat dan dipuji; ditunuh menipu dan dipercayai; tidak dikenal namun terkenal, nyaris mati namun sungguh hidup, dihajar namun tidak mati, berdukacita namun selalu bersukacita, miskin namun memperkaya banyak orang, orang yang tak bermilik walau sebenarnya memiliki segala sesuatu.

Apakah orang bisa melihat bahwa hidup saya sepadan dan konsisten dengan apa yang saya yakini dan ajarkan? Apakah sikap dan perilaku saya telah menjadi batu sandungan bagi orang lain, sehingga mereka menolak dan mendeskreditkan prinsip yang saya yakini dan ajarkan?

Views: 7

This entry was posted in 2 Korintus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *