Ambisius

2 Korintus 5:9-13

Ketika seseorang disebut sebagai “ambisius”, maka biasanya konotasi negatiflah yang muncul di benak mereka yang mendengarnya. Segera terbayang sosok yang mengejar sesuatu dengan keras; berorientasi kepada tujuan–yang seringkali terlalu tinggi atau tidak masuk akal–dengan menghalalkan segala cara, siap mengorbankan orang lain–termasuk keluarga atau kawan–demi mencapai apa yang dikejar. Kalau ambisius berarti seperti itu, maka bagaimana dengan Paulus? Ia menulis “Sebab itu juga kami berusaha …” (ayat 9). Dan kata “berusaha” di sini berarti: “ambisius”.

Ambisi sebenarnya sebuah sikap yang netral. Faktor penentunya adalah: siapa yang akan dilayani dengan ambisi itu. Ambisi yang egois, melayani diri sendiri, menggunakan cara-cara duniawi jelas merupakan manifestasi dosa keangkuhan hidup. Namun, ambisi yang kudus, melayani dan mentaati Kristus, untuk berkenan kepada-Nya–inilah yang mestinya dimiliki setiap orang percaya.

Terlalu banyak orang percaya yang tidak punya ambisi bagi Tuhan. Hidup sekedarnya, hidup seadanya; tidak memiliki cita-cita yang besar bagi Tuhan; tidak menunjukkan kerja ekstra dan perjuangan untuk melakukan panggilan-Nya; tidak memiliki hati yang menyala-nyala dengan semangat dan antusiasme untuk mencapai sesuatu bagi kemuliaan-Nya; tidak mencari terobosan-terobosan dan cara-cara kreatif baru untuk menyatakan kasih-Nya kepada dunia. Terlalu mudah menyerah di tengah kesulitan; tidak mau kehilangan kesenangan dan kenyamanan demi tercapainya tujuan Kristus.

Paulus adalah seorang yang ambisius bagi Kristus. Bagaimana dengan kita?


 

Views: 7

This entry was posted in 2 Korintus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *