1 Korintus 16:5-9
Dari semua resources yang dimiliki seseorang, waktu adalah yang paling berharga. Karena setiap orang—tanpa kecuali—memiliki “jatah” yang sama, yaitu 24 jam sehari. Persoalannya adalah: kebanyakan dari kita bukan menggunakan waktu (use the time), melainkan memboroskannya (waste the time), bahkan menyalahgunakannya (abuse the time). Padahal peringatan Tuhan sudah jelas dalam ayat ini:
Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. (Efesus 5:15-17)
Ketika menulis surat ini, Paulus sedang berada di Efesus. Ia berencana untuk tinggal di Efesus sampai Hari Raya Pentakosta, kemudian melakukan perjalanan melintasi Makedonia, menuju Korintus dan tinggal di sana selama musim dingin, baru kemudian berangkat ke Yudea dengan membawa persembahan yang sudah dikumpulkan jemaat.
Rencana kegiatan Paulus sangat padat: selama di Efesus, ia melihat kesempatan/peluang untuk melakukan banyak pekerjaan besar dan penting—sekalipun ada banyak penantang (16:8-9). Setelah itu, ia akan melakukan perjalanan melintasi Makedonia, mungkin mengunjungi beberapa jemaat yang didirikannya (16:5). Kemudian pergi dan tinggal agak lama di Korintus selama musim dingin (16:6,7) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi jemaat (11:34) dan mengatur pengiriman persembahan ke Yudea (16:3,4).
Ada beberapa hal yang dapat dipelajari dari hidup Paulus. Pertama, dari apa yang ditulisnya, nampak bahwa Paulus memililiki rencana hidup. Ia tidak asal menjalani hidup—seperti istilah beberapa orang: “mengalir saja”; namun ia membuat rencana yang jelas. Dan rencana itu berisi aktivitas terkait dengan pelaksanaan pekerjaan utamanya sebagai seorang rasul. Pikiran dan hatinya diisi dengan: apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan panggilan Tuhan.
Kedua, nampak bahwa Paulus menggunakan akal sehatnya di dalam membuat rencana kegiatannya. Ia mempertimbangkan jalur/rute perjalanan yang paling baik untuk keperluannya (16:5), ia memperhitungkan kondisi cuaca/iklim (16:6), dan ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan/peluang yang terbuka (16:8,9).
Ketiga, sekalipun ia membuat rencana yang spesifik dan rasional, namun ia menundukkan rencananya itu di bawah kedaulatan Tuhan. Beberapa kata/frasa mencerminkan hal ini: “mungkin aku akan” (16:6), “aku harap” (16:7), dan yang paling penting; “jika diperkenan Tuhan” (16:7). Ini menunjukkan bahwa serapi apapun rencana yang Paulus buat, semuanya bersifat tentatif—keputusan akhir ada pada kehendak Tuhan. Paulus terbuka dan tunduk kepada pengaturan Tuhan atas rencananya.
Dari hidup Paulus, kita bisa belajar untuk menggunakan waktu anugerah Tuhan: dengan membuat perencanaan kehidupan yang ditundukkan kepada kehendak dan rencana Tuhan. Hanya dengan cara itulah waktu kita di dunia yang sangat singkat ini dapat kita selamatkan dan investasikan untuk kekekalan.
Views: 7