Karunia Roh Kudus: Prinsip Kesatuan

1 Korintus 12:1-13

Paulus menarik paralelisme antara hidup jemaat yang lama dengan yang baru. Dalam hidup lama, mereka ditarik/dipengaruhi oleh suatu kuasa untuk menyembah berhala. Dalam hidup yang baru, mereka–karena pekerjaan Roh Kudus–percaya dan mengakui bahwa Kristus adalah Tuhan. Terkait dengan karunia Roh Kudus, Paulus hendak menyatakan bahwa manifestasi itu karena kehendak/pekerjaan Roh Kudus, bukan karena kehendak/pekerjaan/kemampuan/prestasi jemaat.

Karunia Roh Kudus dinyatakan dalam beberapa istilah: karunia (gift/charisma), pelayanan (services/diakonia), perbuatan ajaib (working/energema), dan pernyataan (manifestation/phanerosis); semuanya adalah pemberian yang berasal dari Tuhan, merupakan pekerjaan Roh Kudus, dan ditujukan untuk melayani orang lain demi kepentingan bersama.

Setelah menyebutkan berbagai macam bentuk/jenis karunia Roh Kudus, Paulus menekankan bahwa semua itu (sekalipun beragam) merupakan pekerjaan Roh Kudus yang satu dan sama. Tekanan kepada kesatuan asal!

Diteruskan dengan perumpamaan karuia sebagai anggota-anggota dari satu tubuh (kesatuan hubungan/relasi). Tubuh (gereja) itu sendiri terbentuk dari berbagai macam orang yang dibaptis di dalam Roh Kudus untuk menjadi anggota dari satu tubuh.

Karunia Roh Kudus tidak boleh menjadi alasan/penyebab terjadinya perpecahan di dalam jemaat–apapun bentuk perpecahan itu. Sebab karunia-karunia itu berasal dari Sumber yang sama, yaitu Roh Kudus, yang sifatnya satu dan menyatukan jemaat. Ketika kepemilikan dan penggunaan karunia-karunia itu justru menimbulkan bentuk-bentuk perpecahan, maka pasti ada yang salah di sana!

Bagaimana sikap saya atas karunia yang diberikan oleh Roh Kudus kepada saya? Apakah itu membuat saya merasa lebih hebat dari yang orang lain, sehingga saya bersikap mengambil jarak atau merendahkan orang lain. Apakah cara saya menggunakannya membuat orang lain menjadi menjauh atau menyakiti hati mereka? Ataukah karunia itu membuat ikatan persaudaraan semakin kuat dan orang mendapat berkat sehingga semakin “mendekat” kepada Tuhan di dalam satu persekutuan?

Salah satu karunia yang diberikan kepada saya adalah: mengajar. Bagaimana karunia ini digunakan untuk mempersatukan dan tidak menimbulkan perpecahan? (1) Menggunakan kata-kata/istilah yang tidak menimbulkan sakit hati/ketersinggungan orang lain, tetapi kata-kata yang mendorong, menghibur, menguatkan; (2) Tidak menyombongkan diri atau menonjolkan diri di dalam contoh-contoh yang saya gunakan.

Views: 7

This entry was posted in 1 Korintus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *