Mencari Yang Hilang Agar Diselamatkan

Lukas 19:1-10

Peristiwa pertobatan Zakheus ini seolah menjadi antitesis bagi pertemuan Tuhan Yesus dengan pemimpin yang kaya beberapa waktu yang lalu (Luk. 18:18-23). Ada hal-hal yang mirip, ada hal-hal yang berbeda, bahkan bertolak belakang di antara kedua peristiwa itu. Tetapi, satu hal yang jelas, pertobatan Zakheus menjadi bukti bahwa: sekalipun sangat sulit bagi seorang kaya untuk masuk Kerajaan Allah, namun apa yang mustahil bagi manusia itu tidak mustahil bagi Allah (Luk. 18:24-27).

Persamaan pemimpin (yang tidak disebutkan namanya) dengan Zakheus: kaya, tertarik kepada Tuhan Yesus, berlari-lari untuk melihat Tuhan Yesus, mendapat perhatian dari Tuhan Yesus: dalam catatan Markus (10:21) Tuhan Yesus memandang dan mengasihi pemimpin itu, dan di sini Tuhan Yesus memandang Zakheus dan berkata Ia harus singgah ke rumahnya. Persamaan terakhir, yang tidak eksplisit ditulis: pemimpin dan Zakheus adalah orang berdosa yang membutuhkan keselamatan dari Tuhan.

Perbedaannya: pemimpin itu hidup saleh (kemungkinan anggota Sanhedrin)-Zakheus pemungut cukai (dilabeli sebagai orang berdoa); pemimpin itu bertanya bagaimana mendapat hidup kekal–Zakheus hanya ingin melihat seperti apa Tuhan Yesus itu; pemimpin itu merasa sudah melakukan hukum Tuhan-Zakheus sadar ia orang berdosa; pemimpin itu pergi meninggalkan Tuhan Yesus-Zakheus menerima Tuhan Yesus di rumahnya; pemimpin itu tidak mau melepas hartanya-Zakheus dengan sukacita melepaskan hartanya.

Secara logika, seharusnya pemimpin itu–yang hidup saleh, yang intens terpapar dengan hal-hal rohani dan keagamaan, yang sejak kecil dididik untuk rajin beribadah dan ketat mentaati hukum Tuhan–lebih mudah untuk menerima keselamatan, tetapi nyatanya ia justru meninggalkan Tuhan Yesus ketika mendengar syarat untuk bisa masuk dalam Kerajaan Allah. Hidup “saleh”nya selama ini ternyata menutupi sikap dasar hatinya yang berdosa: memandang Tuhan bukan sebagai yang paling berharga.

Secara logika juga, seharusnya Zakheus ini sulit untuk memperoleh kesalamatan, sebab tidak saja dia seorang yang kaya–yang sulit untuk masuk Kerajaan Allah, ia juga seorang Pemimpin Para Pemungut Cukai, yang melakukan praktik jahat demi uang, yang kumpulannya adalah orang-orang berdosa, yang disingkirkan dari komunitas keagamaan Yahudi. Tapi, justru dia terdorong untuk memutuskan memberikan separo dari semua hartanya, dan mengganti empat kali lipat orang yang pernah dijahatinya.

Kedua orang itu sama-sama bertemu dengan Tuhan Yesus; Tuhan Yesus juga tidak membedakan sikap-Nya kepada mereka, keduanya diterima dengan terbuka, dihargai, dan dikasihi oleh Tuhan Yesus. Tetapi, mengapa hasilnya bertolak belakang? Agaknya bukan masalah kekayaan–karena keduanya sama-sama orang kaya–tetapi masalah hati: pemimpin itu merasa sudah benar, Zakheus sadar ia orang berdosa; sehingga ketika anugerah Tuhan itu dinyatakan, orang yang sadar bahwa ia berdosa, menyambut dengan gembira.

Peristiwa ini menjadi realisasi perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah (Luk. 18:9-14). Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, orang harus menyadari bahwa ia tidak layak sama sekali karena dosanya, dan hanya berharap kepada kemurahan atau belas kasihan Tuhan: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Luk. 18:13). Dan kesadaran akan keberdosaan dan kebutuhan akan anugerah Allah itu tidak bisa diada-adakan sendiri–karena ada banyak pemungut cukai yang merasa berdosa juga tidak mau menerima Tuhan Yesus. Hanya karena pekerjaan Tuhan saja yang membuat orang sadar tentang dosanya dan akan kebutuhannya akan belas kasihan Tuhan.

Tuhan Yesus memperlakukan setiap orang sama–mengharapkan, meminta, mengajar, memanggil mereka untuk menerima hidup yang kekal: “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” (ayat 10). Siapapun, apapun latar belakangnya, mendapat kasih yang sama dari Tuhan Yesus–tetapi tidak semuanya merespons tawaran keselamatan dari-Nya.

Penerapan:
(1) Memuji Tuhan yang tidak pernah berhenti untuk mencari orang yang berdosa untuk diselamatkan. Memuji Tuhan yang tidak membeda-bedakan orang, tetapi yang terbuka untuk menerima dan melayani siapa saja: pemimpin, anak kecil, atau pemungut cukai.
(2) Berdoa meminta hati yang mengasihi dan terbeban untuk orang lain, sehingga bisa menerima dan melayani siapapun–siapa tahu, itu menjadi jalan baginya untuk bertemu dengan Tuhan dan diselamatkan

Views: 20

This entry was posted in Lukas, Perjanjian Baru, Saat Teduh. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *