Lukas 17:1-6
Hanya Tuhan Yesus yang menjalani hidup sebagai manusia yang sempurna, tanpa dosa dan kesalahan sama sekali, sehingga Ia mengeluarkan tantangan: “Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yoh. 8:46). Tidak ada satu manusiapun yang bebas dari kemungkinan berbusat dosa, maka Tuhan Yesus memulai dengan; “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan” (ayat 1)–dalam terjemahan bahasa lain dituliskan: “There will always be temptations to sin” (NLT).
Tuhan Yesus mengajarkan bagaimana murid-murid harus hidup terkait dengan pencobaan dan kemungkinan jatuh ke dalam dosa ini. Pertama, Ia mengingatkan bahwa tidak ada yang bebas dari pencobaan, dan dengan demikian setiap orang punya kemungkinan untuk jatuh. Paulus mengingatkan jemaat agar tidak merasa kuat atau mampu, tetapi setiap orang harus waspada: “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” (1 Kor. 10:12).
Kedua, peringatan keras agar tidak menjadi sumber pencobaan atau menjadi penyebab orang lain jatuh ke dalam dosa: “… celakalah orang yang mengadakannya.” (ayat 1). Orang yang menyesatkan orang lain dinilai melakukan dosa yang sangat serius, sampai-sampai Tuhan Yesus memakai ungkapan yang keras: “baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut” (ayat 2).
Ketiga, menegor saudara seiman yang berbuat dosa (ayat 3). Murid-murid tidak boleh bersikap pasif atau membiarkan orang lain melakukan kesalahan, melainkan harus menyatakan apa yang banr dan menegor perbuatan yang salah itu. Membiarkan orang lain dalam dosanya berarti membiarkan dia untuk mengalami murkan Tuhan. Tuhan akan menuntut orang yang tidak menegor saudaranya yang berbuat jahat agar bertobat (Yeh. 3:18, 20).
Keempat, apabila orang yang berdosa itu menyesal dan mau bertobat, maka murid-murid harus mengampuni dia (ayat 3-4). Bahkan kalau orang itu berkali-kali berbuat dosa, namun ia masih mau berbalik dan menyesali kesalahannya, murid-murid harus mau mengampuni dia. Dalam peristiwa yang berbeda, Tuhan Yesus mengajar murid-murid bahwa mereka harus mengampuni “Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat. 18:22). Paulus mengajarkan bahwa kasih “… tidak menyimpan (mencatat) kesalahan orang lain” (1 Kor. 13:5).
Agaknya, pengajaran Tuhan Yesus itu membuat murid-murid sadar bahwa mereka tidak mampu menjalankannya dengan kekuatan mereka sendiri. Sehingga mereka meminta agar Tuhan menambahkan iman mereka (ayat 5). Tuhan Yesus menjawab bahwa iman bertambah dengan cara bertumbuh–seperti biji sesawi (ayat 6). Pertumbuhan iman yang akan memampukan murid-murid untuk tidak jatuh dalam pencobaan, untuk menegor dan mengampuni orang lain memerlukan waktu dan ketekunan.
Penerapan:
Meminta Tuhan menumbuhkan iman di dalam hati saya, sehingga saya bisa menang atas pencobaan dan bisa bersikap benar kepada orang lain: berani menegor yang salah, dan mau mengampuni orang lain.
Views: 11