Membangun dengan hati-hati atau sembrono?

1 Korintus 3:10-15

Paulus diberi tugas untuk meletakkan pondasi jemaat, yaitu Yesus Kritus. Orang lain membangun di atas pondasi itu. Pondasinya sama semua, satu-satunya, dan tidak bisa digantikan, yaitu: Yesus Kristus–pemberitaan Injil, kelahiran baru, perpindahan status. Semua orang percaya mulai dari titik start yang sama! Perbedaan akan dimulai pada saat membangun di atas pondasi itu!

Karenanya, tiap-tiap orang harus berhati-hati (penuh perhatian, tidak sembrono, tidak sembarangan) di dalam proses membangun hidup Kristen di atas pondasi yang kokoh, yaitu Sang Batu Penjuru, Tuhan Yesus Kristus. Bahan dan cara membangun akan menentukan “nasib” seseorang di dalam perjalanannya sebagai orang percaya.

Mereka yang sembrono (membangun secara sembrono dengan bahan yang asal-asalan), akan mengalami persoalan-persoalan di dalam hidupnya. Karena setiap orang harus melewati ujian atas pertumbuhannya. Ujian itu dengan api (kesulitan, pencobaan, masalah) yang diijinkan Tuhan untuk melanda. Bangunan murahan akan hancur, sekalipun pondasinya tetap teguh.

Keselamatan tidak akan hilang. Status sebagai anak Allah tidak akan pernah dicabut. Namun, orang yang sembrono dalam membangun hidup Kristennya akan mengalami kehidupan yang “merugi”: kehidupan yang tidak stabil, terombang-ambing, tidak bisa dipakai, tidak membawa berkat, tidak bisa ‘dilihat’ orang–mungkin ini diwakili dengan label “manusia duniawi” dan hidup secara “manusiawi” oleh Paulus; bukan Illahi atau Rohani!

Hidup seperti orang yang tidak mengenal Allah: tidak mengalami realitas Allah, tidak menjadi saluran berkat Allah, tidak dapat menjadi saksi Allah. Sama persis dengan orang yang belum percaya, bedanya cuma satu: ia selamat, dan akan masuk sorga. But what kind of life? Is that a life?

Bukan pada kondisi luar (berkat lahiriah, absennya persoalan, kesehatan, dan sebagainya), karena itu bukan ukuran kerohanian yang sejati–namun: kedalaman persekutuan dan pengenalan akan Allah, karakter yang menuju keserupaan dengan Kristus, dan perjalanan hidup yang berada di dalam jalur rencana/panggilan Allah.

Saya mengakui bahwa saya tidak serius, tidak hati-hati, namun sembrono dan asal-asalan di dalam membangun hidup rohani saya. Saya careless dantidak peduli. Beri saya kehausan yang besar untuk membangun hidup saya dengan cara yang terbaik yang saya bisa; beri saya kemauan dan kekuatan untuk melakukannya.

Cara yang paling praktis untuk memulai (lagi) pembangunan yang serius adalah membuat rencana pribadi kehidupan murid. Saya mau melakukannya sebelum tahun 2012 ini berakhir, supaya saya bisa segera memulainya.

Views: 7

This entry was posted in 1 Korintus, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *