Ketetapan Tentang Raja

Ulangan 17:14-20

Sebenarnya, tidak ada konsep tentang raja di dalam hukum TUHAN, sebab untuk memerintah/memimpin umat-Nya, TUHAN sudah menetapkan jabatan Imam Besar, para imam, dan para hakim/pemimpin suku dan pemimpin kelompok–sebagaimana ditetapkan oleh Musa (Keluaran 18:19-26). Jabatan raja itu adalah praktik yang dilakukan oleh bangsa-bangsa di luar umat TUHAN. Karena pada dasarnya umat TUHAN itu konsepnya adalah ikatan keluarga, di mana TUHAN menjadi otoritas tunggal tertinggi; sementara raja itu perspektifnya adalah otoritas diberikan kepada seseorang untuk berkuasa dan memerintah.

Dalam ayat 14: “kemudian engkau berkata: Aku mau mengangkat raja atasku, seperti segala bangsa yang di sekelilingku” menunjukkan bahwa konsep raja ini adalah gagasan umat TUHAN karena ingin sama dengan bangsa-bangsa lain. Mereka menginginkan praktik pemerintahan seperti bangsa-bangsa lain. Ada istana, ada tentara, ada pejabat, ada seremoni–konsep pemerintahan dan kebesaran duniawi. Sementara dalam konsep pemerintahan TUHAN, para imam dan hakim dan pemimpik suku/kelompok itu adalah orang biasa–umat TUHAN biasa yang diberi hikmat dan otoritas untuk menjadi pemimpin; bukan sebuah lembaga formal.

Tetapi, TUHAN mengakomodasi keinginan umat-Nya. Bentuk akomodasi itu nampak di dalam ketetapan yang diberikan-Nya mengenai raja di Israel: (1) raja itu harus dipilih oleh TUHAN, bukan melalui proses pemilihan oleh manusia–ayat 15; (2) raja itu harus berasal dari orang Israel asli, “dari tengah-tengah saudaramu”;bukan orang asing–ayat 15. Sistem kerajaan umat TUHAN sebenarnya bukan turun-temurun; sebab TUHAN bisa memilih siapapun sekalipun dia bukan anak atau keturunan raja sebelumnya—contohnya: Daud atau Rehoboam. Pemilihan dan pengurapan TUHAN yang menjadi dasar seseorang bisa diangkat menjadi raja.

Kemudian TUHAN memberikan ketetapan-ketetapan mengenai sikap/perilaku raja Israel: (1) tidak boleh memelihara banyak kuda; kuda adalah alat perang dan simbol kejayaan–ayat 16; (2) tidak boleh membawa umat TUHAN untuk pergi ke Mesir untuk bekerjasama–ayat 16; (3) tidak boleh punya banyak istri, supaya hatinya tidak menyimpang–ayat 17; (4) tidak boleh mengumpulkan terlalu banyak emas dan perak; tidak boleh menumpuk kekayaan–ayat 17. Ini adalah perilaku umum yang harus ditaati oleh seorang raja. Ada godaan yang kuat dari posisi dan kekuasaan; karena terbukti kemudian Daud dan Salomo, orang yang dipilih TUHAN sendiri, raja-raja yang terbaikpun, akhirnya melanggar ketetapan TUHAN itu, sehingga jatuh dalam berbagai masalah.

Secara khusus, TUHAN memerintahkan agar setiap raja yang memerintah harus membuat salinan hukum-hukum TUHAN sesuai Kitab Suci. Raja itu harus membaca hukum-hukum TUHAN seumur hidupnya, supaya ia belajar takut akan TUHAN dengan berpegang kepada seluruh isi hukum dan ketetapan TUHAN (ayat 18-19). Ketundukkan kepada hukum TUHAN akan menjaga raja itu dari sikaop tinggi hati dan menjaganya dari penyimpangan yang akan membuat kerajaannya tidak langgeng (ayat 20). Sejarah Kerajaan Israel membuktikan kebenaran firman TUHAN: raja yang takut akan TUHAN membawa kesejahteraan dan kejayaan, sedangkan raja yang jahat mendatangkan murka TUHAN atas umat-Nya. Puncak kegagalan lembaga kerajaan Israel adalah: TUHAN meruntuhkan kerajaan mereka, dan membuang mereka ke tanah bangsa lain.

Posisi/jabatan dunia menuntut adanya perlakuan khusus: nama jabatan, ruangan, fasilitas, penghormatan, seremoni, dan insentif keuangan–yang seringkali bukan hanya meembuat lupa pada hal yang esensial (menegakkan kebenaran dan keadilan), tetapi menjadi sesuatu yang dikejar orang. Orang ingin menjadi pemimpin bukan karena ingin melayani orang lain menegakkan kebenaran dan keadilan, tetapi untuk memperoleh perlakukan khusus itu. Cara pandang dan praktik kepemimpinan duniawi ini bertentangan dengan prinsip dan ketetapan Tuhan.

Penerapan:
Tidak berambisi untuk mengejar jabatan dunia, tetapi mengejar untuk melayani Tuhan dan melayani orang lain. Hanya apabila Tuhan memanggil/memilih untuk menjabat, maka saya menerima amanat itu; tetapi saya tidak boleh mengejar suatu jabatan apapun. Fokus kepada: bagaimana bisa melayani orang lain di manap[un saya berada.

Views: 8

This entry was posted in Perjanjian Lama, Refleksi, Ulangan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *