Ibadah Komunal Dikehendaki oleh TUHAN

Ulangan 12:5-7, 10-28

TUHAN mengatur bagaimana umat-Nya beribadah kepada-Nya. Cara yang ditetapkan TUHAN itu mencerminkan karakter TUHAN dan umat-Nya, mencerminkan prinsip-prinsip yang dikehendaki TUHAN untuk dipegang oleh umat-Nya. Cara ibadah umat TUHAN berbeda dari apa yang dilakukan bangsa-bangsa yang tidak mengenal TUHAN. Ketetapan mengenai cara beribadah kepada TUHAN meliputi: tempat di mana ibadah dilakukan, bagaimana melakukan ibadah, apa yang dipersembahkan dalam ibadah, dan siapa yang ikut beribadah.

Tempat beribadah. TUHAN akan memilih satu tempat sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya (ayat 5,11,14). Kalau bangsa-bangsa lain memilih tempat sendiri: gunung, bukit, atau pohon yang rindang, untuk umat-Nya, TUHAN memilih/menetapkan tempat untuk Dia bersemayam–sekalipun TUHAN itu Mahahadir dan kebesaran-Nya itu memenuhi seluruh langit dan bumi (misal Mazmur 139:7-12).

TUHAN telah memerintahkan Israel untuk membangun Kemah Suci, tempat di mana TUHAN bertemu dengan umat-Nya (Keluaran 33:7-11), di mana kehadiran dan kemuliaan TUHAN dinyatakan. Ke manapun bangsa Israel pergi dalam pengembaraan, Kemah Suci itu dibawa , dan didirikan ketika mereka berhenti untuk berkemah. Kalau Israel sudah masuk ke tanah perjanjian, TUHAN akan memilih tempat di mana Kemah Suci itu harus didirikan, tidak berpindah-pindah, dan umat TUHAN harus datang ke sana untuk beribadah.

Bagaimana melakukan ibadah. Ketika umat TUHAN sudah menyeberangi Yordan dan tinggal di Tanah Perjanjian, ketika mereka sudah berhenti berperang dan TUHAN memberikan ketenangan/keamanan, maka mereka harus melakukan ibadah sebagaimana yang ditetapkan TUHAN (ayat 10). Dengan membawa korban bakaran dan korban sembelihan (untuk pengampunan dosa), membawa persembahan perpuluhan, persembahan khusus, korban nazar, dan korban sukarela (pengucapan syukur)–ayat 6,11. Dengan makan bersama, bersukaria dengan keluarga, seisi rumah, dan orang Lewi di hadapan TUHAN (ayat 7,12). Suasana ibadah yang khidmat namun penuh sukacita dan kekeluargaan, tidak seperti ritual penyembahan berhala yang diwarnai kenajisan, kekejaman, dan pembunuhan.

Apa yang dipersembahkan dalam ibadah. TUHAN mengatur tentang apa yang boleh dipersembahkan dan dimakan dalam ibadah. (1) TUHAN melarang memakan darah hewan, tapi darahnya harus dicurahkan ke bumi seperti air (ayat 16, 23-25, 27-28); alasannya karena darah adalah nyawa, dan supaya umat TUHAN baik keadaan mereka (ayat 23, 25). (2) Umat TUHAN bebas untuk memakan daging apa saja di rumah mereka, hewan ternak ataupun binatang buruan–sesuai berkat yang diberikan TUHAN (ayat 15,20); (3) Umat TUHAN tidak boleh memakan makanan terkait ibadah di sembarang tempat, tetapi harus memakannya di tempat yang ditetapkan TUHAN, sebagai bagian dari ibadah kepada TUHAN (ayat 17,18).

Siapa yang ikut beribadah. TUHAN mengendaki semua bagian umat TUHAN untuk datang beribadah kepada-Nya. Tidak hanya orang dewasa/tua, tetapi juga anak-anak mereka laki-laki dan perempuan, hamba-hamba yang tinggal dan bekerja di rumah mereka, dan orang-orang Lewi yang ada di daerah mereka–mengingat orang Lewi tidak memperoleh bagian tanah (ayat 12, 18-19). Ibadah kepada TUHAN merupakan peristiwa komunal, di mana seluruh bagian dari umat TUHAN datang ke hadapan TUHAN untuk menyebah Dia, untuk memperoleh pengampuan dosa, dan untuk bersukacita karena kebaikan dan berkat TUHAN telah dilimpahkan atas hidup mereka.

Cara ibadah yang ditetapkan TUHAN untuk dilakukan umat-Nya, mencerminkan karakter TUHAN dan karakter umat-Nya. Cara ibadah itu mencerminkan prinsip: kesatuan/kebersamaan, kekudusan, keteraturan, dan kegembiraan. Umat TUHAN datang beribadah dengan hati yang bersyukur dan bersukacita; tidak seperti bangsa-bangsa asli yang ritual ibadahnya mengandung kekejian, kenajisan, imoralitas, ketakutan, dan perbudakan/keterpaksaan.

Penerapan:
Tuhan menetapkan ibadah kepada-Nya sebagai sebuah peristiwa komunal, tidak hanya masalah relasi pribadi individu dengan-Nya. Ibadah bersama merupakan kehendak Tuhan. Karena Tuhan tidak hanya mennyelamatkan individu, tetapi membawa individu yang diselamatkan itu ke dalam sebuah keluarga, ke dalam sebuah komunitas–bangsa terpilih, imamat rajani, umat yang kudus.

Views: 6

This entry was posted in Perjanjian Lama, Refleksi, Ulangan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *