Hati yang Gentar kepada Tuhan

Ulangan 5:22-33

Pertemuan dengan TUHAN secara langsung, di mana TUHAN menyatakan Diri dengan menunjukkan kedahsyatan-Nya secara nyata, membuat umat TUHAN gentar dan tidak tahan. Mereka merasa tidak sanggup untuk terus berada di hadapan TUHAN yang dahsyat: “Apabila kami lebih lama lagi mendengar suara TUHAN, Allah kita, kami akan mati.” (ayat 25b). Yesaya melihat suasana sorga, di mana TUHAN duduk di takhta-Nya dan para serafim menyerukan kekudusan TUHAN, responsnya: “Celakalah aku! aku binasa!” (Yesaya 6:6). Daniel terkejut, jatuh tertelungkup, dan pingsan ketika TUHAN berbicara kepadanya (Daniel 8:17-18). Yohanes tersungkur sama seperti orang mati ketika melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya (Wahyu 1:17).

TUHAN memberikan 10 Hukum-Nya dengan cara yang istimewa: mengatakannya secara langsung dengan suara yang dapat didengar oleh seluruh umat Israel. Umat TUHAN semua berada di luar kemah, berdiri di hadapan TUHAN. Ada guruh mengguntur, kilat sabung-menyambung, sangkakala berbunyi, gunung terbakar dan asap membubung (Keluaran 19:18, 20:18). Lalu TUHAN berbicara dengan suara yang sangat keras–sehingga semua umat (sekitar 2,5 juta jumlahnya) mendengar (ayat 22). Hati bangsa itu tidak tahan–ketegangan dan ketakutan yang luar biasa mencekam hati mereka, sehingga mereka yakin bahwa mereka akan mati kalau harus terus berada di dalam situasi seperti itu.

Karena itu, mereka meminta agar Musa yang pergi ke hadirat TUHAN dan mendengarkan perintah-perintah-Nya, dan bangsa itu akan mendengarkan dan mentaati apapun yang dikatakan TUHAN melalui Musa (ayat 27). TUHAN berkenan dengan sikap bangsa itu–TUHAN memandang baik sikap hati yang gentar/takut kepada-Nya; rasa gentar itu akan membuat mereka memegang segala perinta TUHAN, dan ketaatan kepada ketetapan TUHAN itu akan mendatangkan ksejahteraan atas hidup mereka dan keturunan mereka (ayat 28-29).

Maka, TUHAN tidak lagi menyatakan Diri dan berbicara secara langsung kepada bangsa itu, melainkan hanya berbicara kepada Musa. Bangsa itu diperintahkan kembali ke kemah masing-masing, sementara Musa tetap berdiri di gunung Sinai bersama-sama dengan TUHAN (ayat 30-31) untuk mendengarkan semua ketetapan dan peraturan yang harus diajarkan kepada umat-Nya; yaitu semua ketetapan dan peraturan yang harus ditaati dan dilakukan di negeri yang akan TUHAN berikan kepada mereka; supaya hidup mereka sejahtera dan umur mereka panjang untuk menikmati tanah perjanjian (ayat 32-33).

Sejarah mencatat bahwa kegentaran umat Israel kepada TUHAN tidak bertahan lama. Baru saja mereka melihat kedahsyatan TUHAN di gunung Sinai, bahkan gunung itu masih ilingkupi awan tebal–karena TUHAN masih berbicara kepada Musa selama 40 hari (Keluaran 24:18), mereka sudah melupakan TUHAN dan mendesak Harun untuk membuatkan allah bagi mereka; lalu mereka beribadah kepada patung anak lembu emas buatan manusia itu (Keluaran 32:1-6). Hanya dalam waktu 2 bulan, rasa gentar kepada TUHAN itu sudah luntur dan hilang; dan mereka sudah melanggar Hukum ke-1 dan ke-2: mereka membuat allah lain, mereka membuat patung dan menyembahnya!

Ketika mereka diijinkan melihat dengan mata dan mendengar dengan telinga dan merasakan dengan seluruh eksistensi mereka akan fakta/realitas (walaupun hanya sebagian) TUHAN, mereka tidak tahan, mereka sangat gentar, dan merasa akan mati. Tapi, ketika mereka tidak lagi melihat kemuliaan TUHAN, ketika TUHAN tidak lagi bisa dilihat, mereka membuat allah yang bisa mereka lihat–padahal betapa tak berartinya penampakan anak lembu emat itu kalau dibandingkan dengan penampakan TUHAN yang sebelumnya.

Bangsa itu ingin memiliki allah yang bisa mereka atur, bisa mereka kendalikan, bisa mereka cerna! Allah yang bisa mereka batasi dengan konsep/pemahaman mereka sendiri. Mereka tidak mau Allah yang lebih besar daripada pikiran mereka atau Allah yang tidak bisa mereka atur/kendalikan, atau Allah yang ada di luar batas pengertian dan pengalaman mereka. Ketika mereka tidak bisa memahami TUHAN, maka mereka menolak Dia, dan mencari allah yang bisa mereka jelaskan, yang bisa mereka definisikan, dengan demikian bisa mereka atur/kendalikan sesuai kemauan mereka!

TUHAN, di dalam kemurahan-Nya, tidak selalu menyatakan Diri dalam segala kedahsyatan dan kemuliaan-Nya. Sebab tidak ada manusia–bahkan Musa sekalipun–yang sanggup untuk melihat TUHAN dalam segala kepenuhan kemuliaan-Nya. “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” (Keluaran 33:20). Hanya kelak, ketika orang percaya sudah diubahkan menjadi makhluk yang mulia di Kerajaan Sorga, mereka bisa melihat Tuhan dengan segala kemuliaan-Nya.

Penerapan
Betapa saya memerlukan iman–yang percaya walau tidak melihat–untuk memiliki hati yang takut dan gentar kepada Tuhan, sehingga saya hidup di dalam penyembahan, hormat, dan ketaatan kepada-Nya.

Views: 4

This entry was posted in Perjanjian Lama, Refleksi, Ulangan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *