Prinsip Dasar Relasi dengan Tuhan

Ulangan 5:6-15

Sepuluh Hukum TUHAN (Decalogue) berisi prinsip-prinsip dasar hidup yang dikehendaki oleh TUHAN dari umat-Nya, sebagai umat-Nya. Tidak ada detil-detil implementasinya–seperti apa perbuatan dan konsekuensi/hukumannya); itu baru diberikan kemudian. Ada dua bagian, yaitu prinsip dasar dalam relasi dengan TUHAN (ayat 7-11) dan dengan manusia (ayat 12-17)–yang kemudian diringkas menjadi 2 hukum/prinsip utama: mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia.

Sebelum merinci perintah/larangan dalam 10 Hukum-Nya, TUHAN mengawali dengan fakta bahwa: “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (ayat 6). Prinsip-prinsip kehidupan yang ditetapkan oleh TUHAN didasari oleh anugerah TUHAN kepada umat-Nya, yaitu: Ia telah melepaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir. Mentaati peraturan TUHAN bukan untuk diselamatkan, tetapi karena sudah diselamatkan.

Melihat catatan dalam Kitab Keluaran, TUHAN yang berinisiatif untuk menyelamatkan mereka Israel. Tidak ada yang harus mereka lakukan, tidak ada syarat yang harus mereka penuhi–semuanya dilakukan oleh TUHAN; mereka hanya mengikuti petunjuk teknis apa yang harus dikerjakan. Selama perjalanan dari Mesir sampai Horeb, TUHAN tidak menuntut Israel; Ia terus menunjukkan kasih-Nya dan pemeliharaan-Nya. Baru setelah Israel menerima hukum-hukum TUHAN di Horeb, TUHAN menuntut/murka kepada mereka ketika mereka melanggar ketetapan-Nya.

Empat hukum pertama berisi prinsip dasar relasi dengan TUHAN: (1) jangan mempunyai allah lain selain TUHAN–hanya menyembah/beribadah kepada TUHAN saja; (2) jangan membuat patung dan sujud menyembah/beribadah kepadanya–TUHAN itu terlalu besar untuk diwakili dalam bentuk ciptaan-Nya; (3) jangan menyebut Nama TUHAN dengan sembarangan–bersikap hormat/tidak sembrono kepada TUHAN; (4) memelihara dan menguduskan hari Sabat TUHAN dengan tidak bekerja–memberikan waktu khusus untuk mengingat/merayakan anugerah/kemurahan TUHAN.

Penerapan:
Waktu-waktu beribadah kepada Tuhan sesungguhnya adalah waktu untuk mengingat dan merayakan kasih dan anugerah Tuhan yang sudah diberikannya kepada saya. Bukan tugas, bukan kewajiban, bukan beban–tetapi jalan Tuhan untuk menolong saya agar kasih Tuhan itu terus segar di dalam pikiran dan hati saya.

Views: 6

This entry was posted in Perjanjian Lama, Refleksi, Ulangan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *