Perjanjian TUHAN, Bukan Sekedar Daftar Aturan

Ulangan 5:1-5

Sebelum mengulangi Hukum TUHAN kepada generasi baru Israel, Musa mengingatkan mereka akan apa tujuan dan bagaimana hukum itu diberikan TUHAN kepada mereka. Tujuan TUHAN adalah: agar umat-Nya “mempelajarinya dan melakukannya dengan setia” (ayat 1). Dalam terjemahan yang lain, ada tiga kata kerja yang digunakan: mempelajati, menjaga/memelihara, dan melakukannya. Itulah yang harus dilakukan umat Tuhan mengenai firman-Nya: mempelajari, memelihara, dan melakukannya.

Hukum TUHAN diberikan dengan cara yang istimewa. Hukum-hukm itu tidak hanya merupakan daftar perintah dan larangan, tetapi merupakan sebuah perjanjian antara TUHAN dengan umat-Nya (ayat 2). Perjanjian itu lebih lengkap daripada sekedar peraturan. Peraturan hanya daftar perintah dan larangan, sementara perjanjian menyangkut masalah relasi atau ikatan antara pihak. Ada relasi khusus antara TUHAN dengan umat-Nya; relasi itu tidak ada dengan bangsa-bangsa lain.

TUHAN sebenarnya tidak perlu mengikat perjanjian dengan siapapun. TUHAN itu Mahakuasa, Mahaberdaulat, Ia pencipta langut dan bumi, Ia berkuasa di atas segala sesuatu. TUHAN dapat dan berhak melakukan apa saja yang Ia kehendaki–tanpa harus memikirkan pihak lain, apalagi ciptaan-Nya, sebab Ia adalah Penguasa satu-satunya. Sebenarnya TUHAN bisa menggerakkan semua makhluk seperti biji catur–sebagai Pencipta dan Penguasa Alam Semesta, Ia bisa berlaku otoriter tanpa memberi ruang kepada ciptaan-Nya. Tetapi, TUHAN tidak bertindak demikian!

TUHAN membuat perjanjian, artinya TUHAN menaikkan derajat ciptaan-Nya ke posisi yang “sejajar” dengan Diri-Nya, sebab perjanjian itu mensyaratkan keputusan/kesediaan/kerelaan dari pihak-pihak yang mengikat perjanjian. Bukan sebagai pion, bukan sebagai robot, tetapi sebagai “pihak”. TUHAN menghendaki kerelaan, keputusan, pilihan manusia untuk melakukan isi perjanjian dengan-Nya. Padahal, manusia itu hidup-matinya tergantung mutlak kepada TUHAN, tetapi TUHAN menempatkan mereka sebagai pihak dalam perjanjian-Nya.

Hukum-hukum TUHAN bukanlah daftar perintah/larangan, tetapi klausul-klausul dalam perjanjian. Yang terpenting bukan aktivitas pelaksanaannya, tetapi sikap hati–karena ini masalah relasi. Benarlah kalau hukum yang teritama adalah: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:5, Matius 12:30). Ketaatan kepada hukum TUHAN bukan ketaatan sebuah robot atau pion, melainkan ekspresi kasih kepada-Nya.

Penerapan:
Berdoa agar Tuhan memberikan hati yang bertambah-tambah mengasihi-Nya, sehingga kasih itu terpancar di dalam hidup yang mentaati ketetapan-ketetapan-Nya.

Views: 7

This entry was posted in Perjanjian Lama, Refleksi, Ulangan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *