Tantangan Iman kepada Janji Tuhan

Ulangan 1:19-46

Pada bagian ini, Musa mengulang peristiwa yang paling memilukan bagi Bangsa Israel. Kejatuhan yang membuat TUHAN murka dan nyaris membinasakan mereka semua–dan pada akhirnya, generasi yang berdosa itu benar-benar “dibinasakan” TUHAN, karena mereka satu persatu mati di padang gurun, tanpa mengalami penggenapan janji TUHAN. Ketidakpercayaan dan pemberontakan yang membuat mereka harus mengembara 38 tahun lamanya. 38 TAHUN!

TUHAN memimpin umat-Nya dari Horeb sampai ke Kadesh-Barnea. Di hadapan mereka adalah tanah yang sudah dijanjikan TUHAN, dan sudah diserahkan TUHAN kepada mereka. Mereka sekarang harus berangkat unutk mendudukinya. Musa sudah mengatakan agar mereka tidak takut dan patah hati, tetapi berani untuk manu merebut tanah perjanjian itu (ayat 19-21).

Tanda-tanda kegoyahan iman mulai nampak, ketika umat Israel meminta agar Musa mengirim orang untuk mengintai tanah itu: “Untuk menyelidiki … memberi kabar kepada kita” (ayat 22). Tanda-tanda kegoyahan iman adalah: ketika umat Tuhan merasa harus mendapatkan informasi yang dikumpulkan dengan “mata” sebagai backup janji TUHAN. Seakan-akan janji TUHAN saja tidak cukup untuk membuat mereka taat. Padahal, “Iman adalah … bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1).

Bukan berarti mengintai dan bertindak strategis/taktis itu salah–karena Yosua juga melakukan hal yang sama sebelum merebut Yerikho (Yosua 2:1). Dan dalam kasus Yosua, TUHAN memberikan peneguhan akan janji-Nya ketika kedua pengintai itu mengetahui bahwa seluruh Yerikho hatinya sudah meleleh ketakutan. Demikian juga dalam kasus Gideon, di mana ketika ia mengitai perkemahan musuh, TUHAN memberikan peneguhan bahwa mereka sudah mendapat firasat bahwa akan kalah (Hakim-hakim 7:9-11).

Dosa umat Israel adalah: ketika mereka sudah mendapat informasi mengenai tanah perjanjian–dan kondisinya seperti yang sudah dinyatakan TUHAN di dalam janjinya, mereka justru menjadi gentar–begitu gentarnya sehingga mereka tidak lagi mempercayai janji TUHAN, bahkan menuduh TUHAN berniat buruk untuk membinasakan mereka. Sehingga mereka kemudian memberontak kepada TUHAN (ayat 26-31). “Kamu tidak percaya kepada TUHAN, Allahmu, yang [sudah terbukti] berjalan di depanmu … dengan api pada waktu malam dan dengan awan pada waktu siang” (ayat 32-33).

Murka TUHAN dijatuhkan atas umat-Nya sehingga TUHAN bersumpah: “Tidak seorangpun dari orang-orang ini, angkatan yang jahat ini, akan melihat negeri yang baik, yang dengan sumpah Kujanjikan untuk memberikannya kepada nenek moyangmu” (ayat 35). Keputusan itu sudah final–pengakuan dosa dan pertobatan umat TUHAN tidak bisa mengubahnya! Ada batas dosa yang bisa ditolerir TUHAN. TUHAN itu Mahakudus–tidak bisa dibuat main-main atau disepelekan.

Umat TUHAN berusaha membujuk TUHAN dengan mengatakan mereka sudah bertobat, dan sekarang–setelah hukuman dijatuhkan–mereka “mau maju berperang menurut segala yang diperintahkan kepada kami oleh TUHAN” (ayat 41). Tapi itu tidak dikehendaki oleh TUHAN. Itu adalah bentuk pemberontakan lagi kepada perintah-Nya. Ketika hukuman sudah dijatuhkan, respons satu-satunya adalah tunduk, berserah menjalaninya dengan tekun dan rendah hati.

Mereka nekad dan berasumsi bahwa bisa mengubah keputusan TUHAN–berasumsi bahwa mereka bisa “memaksa” TUHAN menyertai dan memberkati mereka. Bukan malah melakukan atau tidak melakukan sebuah aktivitas–tetapi masalahnya adalah: apakah TUHAN memerintahkan hal itu. Asumsi seseorang bahwa perbuatannya itu baik atau mulia atau sesuai dengan keinginan Tuhan tidak akan membuat Tuhan memberkati–kalau memang Ia jelas-jelas tidak menghendaki-Nya.

Penerapan:
(1) Hati-hati kepada rasa ingin tahu apa yang ada di depan atau keinginan mendapat semua informasi yang berkaitan dengan Tuhan–sebab itu bisa membuat iman saya goyah kepada janji-Nya. Apapun yang saya lihat atau saya dengar atau saya ketahui–semuanya harus dikembalikan dan ditundukkan di bawah janji Tuhan.
(2) Hati-hati dengan asumsi bahwa sebuah “ketaatan” yang saya lakukan itu akan membuat Tuhan memberkati saya–kalau Tuhan tidak memerintahkannya, Tuhan tidak akan menyertai atau memberkati.

Views: 6

This entry was posted in Perjanjian Lama, Refleksi, Ulangan. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *