Tuhan, Sang Penguasa dan Pemelihara Iman

Markus 14:1-2; 10-11

Markus menulis catatan tentang ekspresi kasih yang ekstrem seorang perempuan kepada Yesus di antara dua catatan tentang kebencian dan pengkhianatan. Kebencian dan rencana pebunuhan para imam kepala dan ahli Taurat (ayat 1-2), dan tindakan Yudas Iskariot yang menerima imbalan uang sebagai bayaran untuk mengkhianati Yesus (ayat 10-11). Tidak ada posisi netral ketika berhadapan dengan Yesus, hanya ada dua posisi: mengasihi atau membenci. Yesus mendatangkan efek pemisahan, seperti pedang yang memisahkan orang sehingga mereka harus memilih posisi yang berseberangan (Matius 10:34-36).

Para imam kepala dan ahli-ahli Taurat sudah memutuskan untuk menangkap dan membunuh Yesus. Mereka sudah tidak bisa lagi mentolelir Yesus, dan dalam pikiran mereka hanya ada satu pilihan: membunuh Yesus. Dan tidak hanya memutuskan, tetapi mereka juga mencari jalan/peluang untuk menangkap Yesus dengan cara tipu muslihat. Mereka juga memperhitungkan waktu yang tepat untuk menangkap Yesus, yaitu: “Jangan pada waktu perayaan” supaya tidak menimbulkan keributan rakyat membela Yesus (ayat 2).

Mereka menggunakan perhitungan politik manusiawi, melihat popularitas Yesus, mereka memprediksi bahwa rakyat akan heboh dan bergerak membela Yesus kalau mereka menangkap Dia. Mereka tidak tahu, bahwa tidak ada orang yang akan membela Yesus–salah satu murid-Nya akan menyerahkan Dia, murid-murid yang lain akan tercerai-berai, dan orang banyak justru akan berteriak: “Salibkan Dia!” (Markus 15:13, 14). Di tengah segala kalkulasi politik dan rencana manusia, Allah duduk berdiri di takha mahatinggi dan mengendalikan segala sesuatu–yang terjadi hanyalah apa yang sudah direncanakan dan ditetapkan oleh Allah. Penangkapan dan kematian Yesus bukanlah rencana manusia, tetapi rencana Allah yang sudah dinyatakan sebelumnya di dalam Kitab Suci!

Para pemuka agama ini juga membuat rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat (dolos: umpan, fraud, guile, deceit), sebuah kata bersifat negatif yang mengandung makna: kepalsuan, kecurangan, kebohongan. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa menuduh Yesus melakukan kejahatan apapun. Karena itu, yang harus mereka lakukan adalah membuat kebuhongan, fitnah, dan penghasutan agar Yesus bisa ditangkap. Orang-orang agamis, para pemimpin spiritual juga bisa melakukan kecurangan demi mencapai niat mereka. Para ahli Taurat ini melanggar hukum Tuhan ke-6 “Jangan membunuh.”, dan ke-9 “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Ulangan 5:17,20). Status atau jabatan agamis tidak menjamin kesucian hati seseorang, justru yang bisa terjadi adalah agama digunakan sebagai kedok menutupi kejahatan.

Yudas pergi kepada imam-imam kepala dengan maksud untuk menyerahkan (mengkhianati) Yesus kepada mereka. Mereka sangat gembira waktu mendengarnya–para pemuka agama sangat gembira melihat tindakan pengkhianatan dan ketidaksetiaan! Bahkan berjanji untuk memberikan uang kepada si pengkhianat. Setelah tawarannya diterima, Yudas mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus. Yudas yang dipilih menjadi salah satu dari 12 rasul, yang mendengar pengajaran Yesus secara intens, yang melihat langsung cara hidup Yesus setiap hari, yang melihat semua tanda dan mujizat Yesus, dan pernah mendapat impartasi kuasa Roh Kudus dan diutus untuk melayani–mengkhianati Yesus. Bagaimana mungkin? Mustahil! Bahkan sampai detik terakhirpun, murid-murid tidak ada yang menyangka! Tidak ada tanda-tanda potensi pengkhianatan yang bisa dilihat. Tapi nyatanya itu terjadi!

Mengapa? Ada banyak faktor yang mungkin menjadi penyebab: (1) kekecewaan yang dalam karena Yesus tidak akan mendirikan kerajaan di dunia; image Yudas tentang Mesias rusak; dan bisa jadi itu berarti impiannya untuk menjadi petinggi di kerajaan Mesias juga hancur; (2) ketamakan atau kecintaan akan uang, yang membuatnya mencuri dari kas pelayanan Yesus; Yudas melihat bahwa tidak ada keuntungan finansial bersama Yesus; (3) sakit hati karena ditegur di muka umum pada peristiwa pengurapan minyak oleh seorang perempuan; Yudas merasa dibuka kedoknya–ia bukan orang yang memperhatikan orang miskin, tetapi karena ia seorang pencuri–dan semua kondisi batin itu tidak pernah dibereskan.

Sehingga pada satu titik Yudas dirasuki oleh Iblis (Lukas 22:3), tidak ada lagi jalan balik bagi Yudas kepada pertobatan. Ironis sekali hidupnya: Yudas berniat menyerahkan Yesus kepada musuh-musuh-Nya, dan ketika ia melakukan niat itu, ia menyerahkan dirinya ke dalam kekuasaan Iblis. Ketika Iblis gagal mencobai Yesus, ia pergi tidak untuk selamanya, melainkan Iblis hanya mundur sementara waktyu untuk mencari kesempatan yang baik (Lukas 4:13). Iblis pasti mencobai semua murid Yesus, tetapi dalam diri Yudas, Iblis bisa mendapatkan alatnya. Mula-mula Iblis membisikkan rencana dalam hati Yudas (Yohanes 13:2) untuk menyerahkan Yesus. Dan ketika Yudas meninaklajuti bisikan itu dalam tindakan, maka Iblis benar-benar menguasainya (Yohanes 13:27).

Tidak ada satupun manusia yang kebal dari kesesatan dan kejatuhan. Siapapun dia! Bahkan mereka yang dipandang mustahil untuk jatuh, mereka bisa dan terbukti telah banyak yang jatuh! Para pemuka agama Yahudi, para ahli Taurat, para imam-imam–yang hidupnya setiap hari bergumul dengan firman Tuhan, dengan ritual ibadah, dengan pelayanan–nyatanya mereka iri dan membenci Yesus, sampai menghalalkan segala cara untuk membunuh Dia. Yudas Iskariot, terpilih dari ratusan pengikut untuk menjadi rasul Yesus, mendapat pelatihan istimewa, mengalami relasi dekat dengan Yesus, melihat dan mengalami sendiri kuasa Allah dinyatakna dalam Yesus–nyatanya ia menjual dan menyerahkan Gurunya.

Penerapan:
(1) Memuji Tuhan yang mengendalikan segala sesuatu, termasuk proses politik dan semua dinamika yang terjadi di dalam dunia. Rencana Tuhanlah yang akan terjadi, bukan rencana manusia. Manusia bisa berspekulasi dan membuat kalkulasi dan membuat rencana, dan merasay yakin bahwa akan berhasil–tetapi Tuhan yang menentukan hasilnya, sebab Tuhan sudah menetapkan rencana-Nya.
(2) Terus berdoa memohon agar Tuhan memelihara iman dan kesetiaan saya kepada-Nya. Sebab apapun pengetahuan, pengalaman, dan status keagamaan/kerohanian saya, itu tidak menjamin saya bisa kokoh dan tidak jatuh–sejarah hidup saya sudah membuktikannya. Berdoa memohon agar Tuhan berbelas kasihan dan berkenan memelihara iman dan komitmen saya kepada-Nya.

Views: 11

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *