Sikap Sebagai Hamba

Markus 10:35-45

Mencari tempat yang tinggi, mengingini jabatan atau posisi yang tinggi merupakan ambisi manusia. Jabatan yang tinggi–paling tinggi, berarti mendapat penghormatan dari semua orang lain, dihargai/dinilai tinggi, diperlakukan khusus, memperoleh fasilitas, dan bisa melakukan apa yang diinginkan, bisa menyuruh/memerintah orang lain melakukan kehendak/kemauan, bisa menentukan “nasib” orang lain yang ada di bawahnya, bisa menuntut orang lain melakukan sesuatu, bisa mendapatkan penundukan/ketaatan dari orang lain.

Yakobus dan Yohanes datang kepada Yesus meminta agar Yesus memenuhi apa saja yang mereka inginkan. Dalam catatan Matius, mereka berdua datang bersama ibu mereka (Matius 20:20). Permintaan mereka adalah: agar Yakobus dan Yohanes boleh duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus di dalam Kerajaan-Nya. Posisi itu menunjukkan posisi tertinggi setelah Yesus sebagai Raja. Lebih tinggi dan mulia daripada semua orang lain dalam kerajaan itu. Permintaan itu menunjukkan bahwa mereka belum juga mengerti arti Kerajaan Allah, sebab mereka masih berpikir bahwa Yesus akan menegakkan sebuah kerajaan secara lahiriah.

Jawaban Yesus terkait permintaan itu ada tiga poin: (1) Ia menunjukkan ketidakpahaman mereka akan Kerajaan Allah–ayat 38; (2) Ia menunjukkan bahwa kemuliaan di dalam Kerajaan Allah itu diperoleh melalui penderitaan–ayat 38-39; (3) Ia menyatakan bahwa posisi di kanan atau kiri-Nya itu bukan merupakan hak-Nya, karena posisi itu akan diberikan kepada orang-orang yang ditetapkan oleh Allah Bapa–ayat 40; Matius 20:23.

Kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes, karena mereka juga memiliki ambisi yang sama, dan mereka tidak mau berada di bawah murid yang lain! Bukankah dalam perjalanan bersama Yesus itu mereka berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka (Markus 9:33-34)? Bahkan setelah tiga kali Yesus memberitahukan nubuat tentang penderitaan dan kematian-Nya, mereka masih belum paham tentang Kerajaan Allah yang diajarkan oleh Yesus.

Mengetahui kemarahan murid-murid yang lain kepada Yekobus dan Yohanes, Yesus memanggil mereka dan mengajarkan prinsip kehidupan Kerajaan Allah yang bertolak belakang dengan prinsip kehidupan di dunia–khususnya terkait tentang kekuasaan, jabatan, posisi, dan kemuliaan. Di dunia, seorang penguasa/pemimpin/pejabat itu menjalankan otoritas/kekuasaannya untuk memerintah dan menyuruh rakyatnya melakukan apa yang mereka inginkan. Posisi mereka lebih tinggi dan ada unsur pemaksaan/penindasan agar rakyat tunduk kepada kehendak mereka (ayat 42).

“Tidaklah demikian di antara kamu” (ayat 43). Konsep kemuliaan di dalam Kerajaan Allah adalah kebalikan dari konsep dunia. Di dalam Kerajaan Allah, kebesaran/kemuliaan seseorang itu ditunjukkan dengan melayani (diakonos: aktivitas melayani) semua orang lain, dengan menjadi hamba (doulos: posisi sebagai budak) yang paling rendah untuk semua orang yang lain. Dalam Kerajaan Allah, siapakah saya? Budak bagi orang lain. Dalam Kerajaan Allah, apa yang saya lakukan? Melayani orang lain.

Alasan dari prinsip itu adalah: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (ayat 45). Yesus adalah Pribadi terbesar dan termulia di dalam Kerajaan Allah karena Ia menjadi Hamba bagi semua orang sampai menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

Penerapan
(1) Mengakui bahwa saya tidak memposisikan diri saya sebagai hamba bagi orang di sekitar saya, saya menuntut untuk dihormati, dihargai waktu saya, tidak direpotkan–nampak dalam ekspresi saya yang tidak ramah dan tidak mau diganggu waktu saya.
(2) Mengakui bahwa saya tidak melakukan pelayanan saya kepada orang lain, saya tidak memenuhi keperluan/keinginan orang lain, saya lebih mendahulukan rencana atau keinginan saya sendiri.
(3) Belajar untuk terus mengingat posisi saya adalah hamba Tuhan dan hamba orang lain, belajar untuk mendahulukan pemenuhan keperluan orang lain daripada keperluan saya sendiri.

Views: 8

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *