Harapan Bagi Orang yang Degil Hatinya

Markus 8:22-26

Yesus dan murid-murid datang ke Betsaida, dan di sana orang-orang membawa seorang buta kepada Yesus dan memohon kepada-Nya agar Ia menjamah orang buta itu. Peristiwa ini hanya dicatat di Injil Markus. Ada keunikan dari peristiwa penyembuhan ini yang tidak biasa terjadi pada peristiwa penyembuhan yang lain. Menunjukkan bahwa pekerjaan Tuhan itu tidak bisa dipola–Ia berdaulat untuk melakukan apapun dengan cara-Nya sendiri. Manusia tidak bisa mengharuskan Tuhan untuk mengikuti prosedur atau formula tertentu.

Menuntun orang buta itu ke luar kampung

Menanggapi permintaan orang-orang, Yesus menggandeng tangan orang buta itu, dan menuntunnya ke luar kampung. Mengapa Yesus tidak mau banyak orang melihat pekerjaan-Nya? Dalam Matius 11:20-21, Yesus mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat–Nya; salah satu kota yang dikecam adalah: Betsaida. Kemungkinan, Yesus sudah tidak mau lagi melakukan tanda di depan penduduk Betsaida, karena kekerasan hati mereka. Enough is enough! Sikap yang sama telah ditunjukkan-Nya kepada orang-orang Farisi di Dalmanuta (Markus 8:12). Itulah sebabnya, Yesus menyuruh orang itu langsung pulang ke rumahnya (ayat 26), dan tidak masuk ke kampung (di mana orang banyak mungkin sedang menunggu), supaya orang-orang itu tidak mengetahui mujizat yang dilakukan Yesus.

Sebenarnya Yesus bisa menyuruh salah satu murid untuk menuntun orang buta itu, tetapi Ia melakukannya sendiri. Hati-Nya penuh dengan belas kasihan kepada manusia–yang seperti domba tanpa gembala–sehingga Ia memberikan perhatian pribadi kepada orang yang memerlukan pertolongan-Nya. Tetapi, mungkin juga Ia sedang memberikan illustrasi kepada murid-murid bagaimana Orang yang melihatlah yang menuntun orang buta. Menekankan peringatan-Nya kepada murid-murid mengenai orang-orang Farisi, yang digambarkan-Nya sebagai “orang buta yang menuntun orang buta” (Matius 15:12-13). Dengan demikian mengajarkan kepada murid-murid bahwa: kalau mereka mau menuntun orang buta, maka mereka harus sudah bisa melihat.

Melakukan mujizat dengan bertahap

Yesus meludahi mata orang itu dan meletakkan tangan-Nya atasnya. Kemudian bertanya apakah orang itu sudah bisa melihat. Orang itu memandang ke depan dan berkata bahwa ia bisa melihat orang–karena berjalan-jalan, tetapi tampak seperti pohon. Yesus meletakkan lagi tangan-Nya pada mata orang itu, maka orang itu menjadi sembuh dan dapat melihat segala sesuatu dengan jelas. Tidak biasanya kesembuhan yang dilakukan Yesus terjadi secara bertahap; biasanya kesembuhan itu terjadi seketika. Apa yang terjadi? Apakah kuasa Yesus berkurang? Apakah ada penghalang aliran kuasa-Nya?

Yang jelas, kuasa Yesus tidak pernah berkurang atau terbatas. Agaknya, Yesus sengaja melakukan penyembuhan-Nya secara bertahap. Ini tidak pernah dilakukan-Nya sebelumnya. Pertanyaan-Nya kepada orang itu: “Sudahkah kaulihat sesuatu?” (ayat 23) mengindikasikan bahwa Ia sengaja melakukan ini dengan tujuan tertentu. Setelah Ia menumpangkan tangan-Nya untuk kedua kali, barulah orang itu bisa melihat dengan sempurna.

Bisa jadi, Yesus sedang membangun iman orang buta itu–karena iman seseorang bisa menjadi penghalang kuasa Tuhan. Ketika Yesus berada di Nazaret, penduduk kota asal-Nya itu tidak percaya kepada-Nya bahkan menolak-Nya, sehingga “Ia tidak dapat melakukan satu mujizatpun …” (Markus 6:5); dan Yesus merasa heran atas ketidakpercayaan mereka (Markus 6:6). Setelah peristiwa Yesus dimuliakan di atas gunung, Ia mendapati murid-murid-Nya tidak bisa mengusir setan dari sorang anak yang kerasukan karena mereka (murid-murid dan orangtua anak itu) tidak percaya (Markus 9:18-19, 22-23). Dengan melakukan penyembuhan secara bertahap, Yesus membangun iman orang itu berangsur-angsur semakin besar.

Kemungkinan yang lain, Yesus sedang mengajar murid-murid-Nya mengenai kekerasan hati mereka yang masih juga belum bisa memahami makna semua yang dilakukan oleh Yesus selama ini. Dalam perjalanan ke Betsaida–di atas perahu–Yesus menegur mereka: “Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat…” (Markus 8:18). Yesus ingin mengajar kepada murid-murid bahwa, hanya kuasa Tuhan saja yang akan bisa membuat mata hati mereka tercelik dan percaya kepada-Nya. Tetapi Ia juga sedang menyatakan bahwa ada pengharapan bahwa murid-murid akan tercelikkan secara sempurna; mula-mula mereka buta, kemudian mulai melihat, walau tidak jelas, dan nanti akhirnya akan melihat dengan sempurna.

Bagi orang-orang yang degil atau keras hatinya, hanya Tuhan yang bisa menjamah untuk menghancurkan kedegilan itu. Tetapi, kadang tidak bisa seketika, melainkan melewati proses, berangsur-angsur menjadi lembut dan akhirnya lenyap sama sekali kedegilannya. Berbahagialah orang degil yang kepadanya Tuhan memberikan belas kasihan sehingga mau memproses dia, agar ia menjadi lemah lembut sehingga memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan. Ia tidak perlu pustus asa dengan dirinya sendiri kalau pelembutan itu memerlukan proses yang memakan waktu. Terus bertekun dan bersedia untuk ditolong oleh Tuhan, maka akan ada titik di mana kemerdekaan itu dialami dengan sempurna!

Penerapan
Bersyukur kepada Tuhan oleh karena Ia masih memberikan kasih karunia kepada saya, sehingga Ia masih mau untuk memproses saya, menolong saya yang degil dan keras hati ini. Menyediakan diri dan tidak memberontak, menyerahkan diri untuk dibentuk oleh Tuhan.

Views: 5

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *