Apa Yang Menajiskan Seseorang?

Markus 7:14-23

Setelah mengcounter tuduhan para ulama Yahudi dari Yerusalem, Yesus memanggil orang banyak untuk mengajar mereka, dan memberi penekanan kepada pengajaran-Nya yang bertentangan dengan tradisi Yahudi yang sangat dipegang oleh para ulama: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah” (ayat 14).

Yesus menyatakan bahwa: tidak ada satu apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, (konteksnya adalah makanan apapun, termasuk yang dikonsumsi tanpa melakukan ritual pembasuhan) dapat menajiskannya (secara moral); tetapi apa yang keluar dari seseoranglah yang menajiskannya. Yesus menyatakan hal itu tanpa memberi penjelasan lebih detil kepada orang banyak.

Ketika Yesus masuk ke dalam rumah dan tinggal sendirian dengan para murid, mereka menanyakan arti pernyataan Yesus tadi kepada-Nya. Pertama, Yesus menjelaskan bahwa apapun yang dimakan seseorang tidak masuk ke dalam hatinya, tetapi ke dalam pencernaannya, dan nantinya akan dibuang keluar. Kenajisan bukan masalah fisik, tetapi masalah hati (moralitas). Markus memberikan catata tafsiran untuk orang percaya bukan Yahudi, bahwa Yesus menyatakan semua makanan halal (ayat 19b).

Kedua, Yesus menjelaskan bahwa apa yang ada di dalam hati orang, yaitu kejahatan yang ada di dalam hati oranglah yang membuatnya menjadi najis. Sebab dari dalam hati keluar semua pikiran jahat, perzinahan, percabulan, pembunuhan, pecurian, mengingini milik orang lain, kefasikan, tipu muslihat, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan–semua hal yang jahat ini timbul dari dalam hati dan menajiskan seseorang.

Yesus menyatakan bahwa bukan ritual yang membuat orang menjadi tahir atau kudus di hadapan Tuhan, tetapi penyucian hati–yang menjadi sumber kehidupan–yang akan membuat orang hidup kudus di hadapan Tuhan. Ukuran kekudusan hidup bukan pada ritual, tetapi kepada hati yang dibebaskan dari kefasikan, dan hati yang mentaati kebenaran Tuhan.

Penerapan:
Berdoa meminta hati yang tulus mengasihi Tuhan dan mentaati Tuhan dan takut akan Tuhan. Berdoa meminta hati yang tulus, yang memancarkan kebenaran–supaya perilaku kebenaran tidak hanya penampakan di luar, tetapi memancar dari hati.

Views: 61

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *