Dosa yang Tak Terampuni

Markus 3:20-30

Ahli-ahli Taurat datang dari Yerusalem, ketika mereka melihat tanda-tanda ajaib yang dilakukan oleh Yesus, mereka mengatakan: “Ia kerasukan Beelzebub” dan “Dengan penghulu setan Ia mengusir setan.” (ayat 22). Mereka tidak percaya bahwa Yesus berasal dari Allah. Tatapi mereka tidak bisa menjelaskan dari mana kuasa melakukan penyembuhan dan pelepasan yang didemonstrasikan oleh Yesus. Maka, satu-satunya kesimpulan mereka adalah: Yesus melakukan semua itu dengan kuasa Iblis.

Menjawab tuduhan itu, Yesus menyatakan dua hal. Pertama, Yesus mengatakan bahwa mustahil Iblis mengusir iblis, karena itu berarti Iblis menghancurkan kekuatannya sendiri. Kemudian, Yesus mengupamakan Diri-Nya sebagai seseorang yang hendak merampas harta milik orang lain–Ia lebih dahulu mengikat/melumpuhkan orang kuat, yaitu Iblis, sebelum dapat membebaskan dan menjarah orang-orang yang diperbudak Iblis. Yesus menekankan bahwa Ia berlawanan dengan Iblis–tidak mungkin bekerja sama, sebab Ia sedang menjarah jiwa-jiwa yang selama ini dikuasai oleh Iblis.

Kedua, Yesus memberikan peringatan bahwa pikiran/tuduhan para ulama itu merupakan dosa yang sangat serius. Ketika mereka menuduh atau meyakini bahwa Yesus kerasukan roh jahat, berarti mereka telah menghujat Roh Kudus–mengatakan bahwa Roh Kudus yang bekerja di dalam Yesus adalah roh yang bukan berasal dari Tuhan, melainkan dari Iblis. Semua dosa dapat diampuni, tetapi dosa menghujat Roh Kudus adalah dosa kekal–dosa yang tidak mendapat ampun selama-lamanya.

Menghujat Roh Kudus adalah sikap: “keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus” (Kisah Rasul 7:51). Sikap yang mengeraskan hati dan terus-menerus menolak pengajaran, peringatan, teguran–dan semua metode Tuhan untuk mencelikkan mata mereka akan kebenaran. Menghujat Roh Kudus adalah sikap sengaja mengeraskan hati, tidak mau mendengar, tidak mau bertobat. Kalau orang sudah sampai titik ini, maka Tuhan bisa membiarkan mereka, tidak lagi mengulurkan tangan untuk menolong mereka bertobat–karena mereka memilih untuk tetap tidak mau taat. Seperti ketika Tuhan membiarkan Firaun di dalam kekerasan hatinya.

Sikap degil, keras hati, tidak mau tunduk, dan tidak mau menerima kebenaran–sekalipun Tuhan sudah melakukan semua cara untuk mempersuasi dan memperingatkan. Sikap ini yang pada bagian terdahulu membangkitkan kemarahan Yesus kepada orang-orang Farisi (Markus 3:5). Bukan masalah jenis dosanya yang tidak bisa diampuni–karena “Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita” (1 Petrus 3:18), tetapi masalah sikap hati yang tidak mau bertobat, yang dengan sengaja mengeraskan hati menolak kasih karunia Tuhan–itulah yang membawa orang kepada kebinasaan.

Penerapan:
Terus berdoa, memohon belas kasihan dan kemurahan Tuhan, agar Tuhan menjaga hati saya dari kedegilan; agar Tuhan memberikan hati yang lemah lembut dan penurut kepada saya; agar Tuhan menjamah hati saya dan mengelupas semua lapisan kekerasan yang ada di sana.

Views: 46

This entry was posted in Matius, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *