Markus 3:1-6
Yesus memandang mereka dengan marah dan dukacita (Markus 3:5). Marah (orge: violent passion, anger, indignation, vengeance, wrath as the outburst of a vengeful mind; amarah/murka yang besar). Dukacita (sullupeo: sorrow at, be grieved). Ini satu-satunya catatan dalam Injil di mana Yesus marah, kemarahan yang besar, kemarahan yang mengandung murka atau ancaman untuk menjatuhkan hukuman atau pembalasan kepada sasaran kemarahan-Nya.
Yesus, yang hati-Nya penuh kasih dan belas kasihan dan pengampunan. Ia tidak pernah marah kepada orang berdosa, apakah itu pemungut cukai, perempuan yang tertangkap basah berzinah, bahkan mereka yang menyalibkan-Nya. Tetapi dalam kisah ini, Yesus marah besar, kemarahan yang mengandung dorongan untuk menumpahkan murka dan hukuman atau pembalasan kepada orang-orang Farisi. Apa yang menyebabkan Yesus marah? Kekerasan hati mereka.
Kekerasan hati atau kedegilan orang-orang Farisi. Kata yang digunakan oleh Markus adalah porosis (to harden, petrify, render insensitive, callousness, blindness, insensitivity). Sikap hati yang keras kepala, yang tidak mau terbuka, yang tidak lagi sensitif atau peka kepada teguran atau pengajaran Tuhan, membuat berbagai alasan atau argumen untuk menolak kebenaran–sampai pada titik di mana hati tidak lagi merasa bersalah, tidak lagi ada kegelisahan atau rasa malu atau rasa takut kepada Tuhan.
Dalam kasus orang-orang Farisi dalam bagian ini, kekerasan hati disebabkan oleh kebencian mereka kepada Yesus, karena Yesus dianggap melanggar hukum Tuhan dan tradisi yang diyakini merupakan penerapan hukum Tuhan. Mereka merasa benar, merasa prinsip yang mereka pegang adalah benar, memandang Yesus sebagai penyesat dan penghujat Allah. Mereka memiliki prinsip kebenaran yang dianggap paling benar–sehingga tidak mau terbuka kepada prinsip lain yang bertentangan dengan keyakinan mereka.
Hati bisa keras karena seseorang begitu menyukai atau menikmati dosa, sehingga ia tidak mau mendengar teguran untuk bertobat–baginya lebih penting untuk memenuhi keinginan dosanya ketimbang mentaati kebenaran Tuhan. Tetapi, hati juga bisa keras karena perkara “rohani”–ketaatan atau keyakinan memegang apa yang diterima sebagai kebenaran, sehingga tidak bisa menerima pandangan yang berbeda. Merasa benar, merasa hidup kudus, merasa lebih baik atau lebih suci dari orang lain–ini juga bisa menjadi sumber kekerasan hati.
Bagaimana menyembuhkan hati yang sudah terlanjur keras? Yehezkiel 36:25-27: “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”
Bagian Tuhan adalah memberikan hati yang baru–hanya Tuhan yang bisa melakukannya. Akan tetapi, saya punya bagian untuk menjaga hati yang baru itu, dengan tidak mengeraskan hati saya. Ibrani 3:7-8, 13: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman … Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan “hari ini”, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa.”
Hanya Tuhan yang bisa memberikan Roh Kudus tinggal di dalam diri seseorang. Tetapi, orang yang telah menerima Roh Kudus punya bagian untuk hidup di bawah pengendalian dan pimpinan Roh Kudus. Galatia 5:16-17; 6:7-8: “hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging … Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.”
Penerapan:
(1) Meminta belas kasihan Tuhan agar mengubah hati saya yang keras, agar mengganti hati saya yang keras dengan hati yang lembut, yang penurut, yang tunduk kepada-Nya.
(2) Membangun kebiasaan untuk menabur di dalam Roh, yaitu mentaati Tuhan dan menolak keinginan dan kebiasaan kedagingan atau dosa.
Views: 13