Ketaatan Karena Kasih

Markus 2:23-28

Menguduskan Hari Sabat merupakan salah satu dari 10 hukum Tuhan yang diberikan kepada umat-Nya. Dan tradisi Yahudi membuat aturan-aturan yang sangat ketat dan detil mengenai definisi “bekerja” yang dilarang di Hari Sabat. Ada 39 aktivitas yang dilarang, dan masing-masing aktivitas itu secara detil diatur batasan-batasannya. Sehingga, implementasi (yang merupakan interpretasi para ulama) perintah Tuhan ini menjadi beban bagi umat Tuhan.

Ketika orang Farisi mengetahui bahwa murid-murid Yesus memetik bulir gandum dan memakannya karena lapar, mereka mengkritik Yesus karena membiarkan murid-murid-Nya melakukan aktivtas yang dilarang pada Hari Sabat. Pada waktu itu, seorang rabi bertanggung jawab atas perbuatan murid-murid-Nya, sehingga Yesus harus memberikan penjelasan atau pembelaan. Jawaban Yesus berisi tiga hal.

Pertama, Yesus mengutip kisah di PL (walaupun bukan tentang Sabat) di mana hukum dilanggar oleh Daud dan Imam Besar, ketika Daud dan pengikutnya makan roti sajian yang seharusnya hanya boleh dikonsumsi oleh para imam. Kejadian itu tercatat dalam Kitab Suci, dan tidak ada penghakiman maupun hukuman yang dijatuhkan kepada Daud maupun kepada Imam Besar. Ada preseden di dalam Kitab Suci bahwa sebuah aturan bisa dilanggar pada situasi tertentu.

Kedua, Yesus mengingatkan mengenai tujuan Hari Sabat itu dibuat. Sabat dibuat untuk manusia, untuk kepentingan manusia, untuk memberikan berkat dan manfaat bagi manusia. Sabat adalah waktu untuk beristirahat dari pekerjaan, tidak hanya bagi umat Tuhan, tetapi juga bagi budak/pegawainya, bagi hewannya, dan bagi lahannya–bahkan ada aturan Sabat di mana satu tahun penuh ladang tidak boleh dikelola dan dipanen (Imamat 25:1-7).

Ketika Sabat diatur begitu rinci dan menimbulkan tekanan dan ketakutan dalam mentaatinya, maka pelaksanaan Sabat tidak membawa sukacita, ucapan syukur atau kesejaheraan–melainkan justru menjadi beban, karena manusia yang seharusnya “dilayani” melalui Sabat justru harus melayani aturan dan menjadi budak yang ditindas oleh aturan/tradisi.

Ketiga, Yesus mengatakan bahwa Anak Manusia adalah Tuhan atas Hari Sabat. Dengan jawaban ini Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Anak Allah–yang memiliki otoritas untuk menentukan bagaimana Sabat dilakukan. Secara tidak langsung Yesus telah membuat klaim bahwa Ia adalah Allah–yang berkuasa menjadi Tuhan (Lord) atas Hari Sabat.

Penerapan:
Berdoa meminta hati yang mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati, sehingga kalau saya taat, itu bukan sekedar memenuhi indikator-indikator ketaatan, tetapi karena saya ingin menyenangkan dan melayani Tuhan sebagai ucapan syukur dan ungkapan kasih saya kepada Tuhan.

Views: 73

This entry was posted in Markus, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *