Markus 2:6-12
Catatan pertama dari Markus tentang konflik antara Yesus dengan para pemuka agama Yahudi. Mereka hadir di rumah yang ditempati Yesus di Kapernaum, dan agaknya–sebagaimana tradisi yang memberi penghormatan kepada para ulama–mereka mendapat tempat duduk di depan, sehingga bisa melihat dan mendengar dengan jelas apa tindakan dan perkataan Yesus. Ketika Yesus menyatakan bahwa dosa si lumpuh itu sudah diampuni, di dalam hati para ahli Taurat muncul pikiran/penilaian yang negatif tentang Yesus.
Para ahli Taurat yang hadir adalah orang-orang yang telah mempelajari hukum-hukum Tuhan dengan tekun, mereka memiliki pengetahuan dan keyakinan berdasar apa yang mereka telah pelajari. Yesus melakukan sesuatu yang menurut keyakinan mereka merupakan tindakan penghujatan kepada Tuhan. Karena berdasar pemahaman/keyakinan mereka akan Taurat, hanya Allah yang punya otoritas untuk mengampuni dosa–dan sekarang Yesus, yang adalah Manusia, secara tidak langsung menyatakan bahwa Ia adalah Allah.
Yesus mengetahui pemikiran dan isi hati para ahli Taurat itu–sekalipun mereka tidak mengucapkannya. Dan Yesus dengan sengaja ingin menunjukkan kepada mereka bahwa Anak Manusia (sebutan untuk Mesias) memiliki otoritas (punya hak untuk memutuskan/menetapkan) untuk mengampuni dosa, karena Mesias adalah Anak Allah. Fenomena bahwa Yesus memiliki otoritas yang dimiliki Allah ini merupakan hal yang bertentangan dengan keyakinan para ahli Taurat–dan mereka harus memutuskan apakah mempercayai/menerima atau menolaknya.
Pengetahuan tentang Kitab Suci, tidak menjamin seseorang bisa memahami kebenaran Tuhan. Variabel pertama adalah: perkenan Tuhan. “Kepadamu diberi karunia [didomi: diberikan/diijinkan] untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak” (Mat 13:11). Hanya karena anugerah Tuhan, karena perkenan Tuhan saja seseorang dapat menerima pemahaman tentang kebenaran-Nya. Ketika Tuhan–di dalam kemahatahuan dan otoritas-Nya–memutuskan untuk tidak memberikan pemahaman, maka tidak ada orang yang akan bisa mengerti.
Variabel kedua, keterbukaan pikiran, kerendahan/kelembutan hati, dan kesediaan menundukkan diri kepada Tuhan. “Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.” (Mat 13:14-15, Yes 6:10). Hati yang keras, yang sombong, yang merasa benar, yang penuh celaan/kritikan dan penuh penghakiman–membuat orang tidak bisa menerima kebenaran–sekalipun itu terpampang nyata di hadapan mata mereka.
Penerapan:
(1) Mengakui bahwa hanya perkenan/kemurahan Tuhan saya yang bisa membuat saya memahami kebenaran Tuhan. Ilmu, pengetahuan, referensi, ketrampilan, dan pengalaman saya tidak akan bisa membuat saya mengerti.
(2) Terus berdoa meminta kemurahan Tuhan agar Tuhan berkenan menyatakan kehendak dan kebenaran-Nya kepada saya; bersikap rendah hati untuk mau tunduk kepada apa yang dinyatakan Tuhan.
Views: 30