Melawan Kesombongan

Mazmur 131:1-3

Daud menuliskan mazmur yang berisi konfirmasi dan komitmen untuk hidup dengan rendah hati di hadapan TUHAN. Ia menyatakan kepada TUHAN bahwa hatinya tidak sombong, matanya tidak sombong, dan ia tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau ajaib baginya. Daud berkata bahwa ia telah menenangkan hatinya, sehingga tidak dikuasai kesombongan, melainkan hanya berharap kepada TUHAN saja.

Hati yang sombong (gabahh: haughty, terbang tinggi, naik ke tempat yang sangat tinggi, arogan): pikiran dan perasaan yang mengatakan bahwa seseorang itu berada di tenpat yang tinggi, lebih daripada yang lain: “Aku itu tinggi, lebih tinggi dari yang lainnya; aku itu mulia, aku itu lebih baik daripada yang lain; aku pantas untuk berada di tempat yang tinggi”. Hati yang dimiliki Iblis sehingga ia ingin naik ke tempat yang Mahatinggi.

Mata yang sombong (rum, lofty: to raise, to lift up, to be exalted). Cara pandang kepada diri sendiri yang hanya melihat hal-hal yang baik, kemampuan, kehebatan, potensi, kepemilikan; dan tidak melihat hal-hal yang negatif, kelemahan, kekurangan, kegagalan, kejatuhan, kebobrokan. Ketika memandang orang lain, hanya melihat kelemahan, kekurangan, kegagalan, hal-hal yang buruk dan negatif–dan menarik kesimpulan bahwa dirinya lebih baik/lebih tinggi daripada orang lain.

Kesombongan ditunjukkan dengan pikiran untuk mengejar perkara-perkara yang lebih besar atau terlalu bersar daripada porsi siapa dirinya. Ambisi yang besar dan tidak realistis, keinginan atau cita-cita yang besar (great, grand)–tetapi dengan sikap yang egois: aku akan melakukan hal-hal yang besar dan hebat, untuk kepuasanku, membuktikan bahwa aku memang hebat; juga agar orang mengakui dan memuji kehebatanku. Pusatnya adalah: aku, bukan Tuhan.

Daud memilih/memutuskan untuk tidak melayani kesombongan di dalam dirinya (ayat 2). Setiap orang pada dasarnya sombong–itu warisan dari kejatuhan Adam yang ingin meninggikan diri menyamai Allah. Daud mengelola hatinya agar tidak jatuh dari kesombongan. Ia telah menenangkan (shavah, to level, to adjust, menata supaya ada pada level yang benar) dan mendiamkan (damam, to stop, to be dumb, to be still) jiwanya, sehingga jiwanya tidak bergolak/gelisah. Ini by design, hal yang sengaja dikerjakan: disiplin menata dan menenangkan jiwa supaya tidak sombong.

Ibaratnya seperti anak yang disapih (ayat 2): tidak lagi berhasrat menginginkan air susu dari ibunya, tetapi merasa cukup tanpa harus memiliki apa yang sebelumnya seolah tidak bisa tidak harus ada. Kesombongan itu ingin memperoleh hal-hal yang dipikir harus dimiliki/dilakukan, tetapi Daud menenangkan hatinya: hal-hal yang seolah harus itu ternyata tidak diperlukan, dan hidupnya tidak terganggu ketika hal-hal itu tidak dikejar atau didapatkan.

Kemudian, Daud menaruh pengharapannya di dalam TUHAN (ayat 3): kesombongan selalu berpusat pada diri sendiri, kerendahan hati berpusat kepada TUHAN. Orang sombong berkata: aku itu tinggi dan hebat, orang rendah hati berkata TUHAN itu Mahatinggi dan Mahabesar dan aku orang yang rendah dan celaka. Orang sombong berkata: aku punya rencana dan akan meraih hal-hal yang besar, orang yang rendah hati berkata rencana dan kehendak TUHAN yang penting. Orang sombong berkata: aku harus melakukan dan mendapatkan ini, orang yang rendah hati berkata aku menantikan TUHAN bertindak dan memberi.

Penerapan:
(1) Disiplin untuk menata dan mendiamkan hati saya yang seringkali gelisah/bergejolak karena kesombongan, dengan cara: mengingatkan diri saya sendiri tentang fakta sebenarnya tentang hidup saya–betapa bobroknya saya, dan betapa besarnya Tuhan itu.
(2) Tidak membual tentang rencana/pikiran/gagasan/ambisi yang besar–tetapi melakukan dan menyelesaikan dengan tekun apa yang ada di hadapan saya. Kalau yang di hadapan saya saja tidak selesai, mustahil akan mengerjakan hal-hal yang lebih besar.

Views: 394

This entry was posted in Mazmur, Perjanjian Lama, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *