Sikap Sebagai Hamba

Mazmur 123:1-4

Sikap sebagai hamba/budak di hadapan TUHAN, untuk memohon belas kasihan-Nya. Pemazmur melayangkan matanya kepada TUHAN, seperti mata hamba yang memandang kepada tangan tuannya. Pandangan mata yang menggambarkan: perhatian, penantian, pengharapan yang sungguh-sungguh. Mata yang ditujukan kepada TUHAN untuk menangkap tanda-tanda pemberina kasih karunia itu. “Sampai Ia mengasihani kita” (ayat 2). Terus memperhatikan dan mengharapkan.

Ini permohonan yang dinaikkan kepada TUHAN: agar TUHAN mengasihani umat-Nya, sebab mereka sudah kenyang dengan penghinaan, dengan olok-olok orang yang merasa aman (kuat), dengan penghinaan dari orang-orang yang sombong. Ini menunjukkan bahwa umat TUHAN sedang dalam keadaan menderita atau tertindas–ada yang menafsirkan mazmur ini ditulis pada masa pembuangan di Babilonia.

Di dalam pembuangan, di tengah penindasan dan tekanan oleh bangsa asing, umat TUHAN merasa lemah–tidak merasa kuat, tidak merasa aman–tetapi merasa kecil tak berdaya, sehingga mereka menempatkan diri mereka sebagai hamba/budak, bukan tuan, bukan orang merdeka, bukan orang yang kuat. Merendahkan diri sebagai budak di hadapan TUHAN dan terus memohon belas kasihan TUHAN, sampai TUHAN mengasihi mereka.

Penerapan:
Bersikap sebagai hamba/budak sebagai ekspresi ketidakberdayaan di hadapan Tuhan, sebagai ungkapan permohonan belas kasihan Tuhan: (1) terus mengingatkan diri sendiri akan kondisi sebagai budak yang tergantung penuh kepada Tuhan; (2) melayani orang lain, melakukan apa yang diminta dengan sungguh-sungguh dan rendah hati; (3) tidak meninggikan diri, tidak mencela atau mengkritik, tidak merasa berhak dan menuntut dihargai/dilayani.

Views: 8

This entry was posted in Mazmur, Perjanjian Lama, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *