Ingatlah Kebergantunganmu kepada Tuhan

Mazmur 70:1-6

Daud menuliskan mazmur ini untuk digunakan pada waktu mempersembahkan korban peringatan–for a memorial; dalam terjemahan KJV: “to bring to remembrance“–untuk menolong mengingat sesuatu. Dalam konteks ini adalah untuk mengingat bagaimana Daud pernah berseru-seru kepada Tuhan agar segera menolongnya.

Seruan Daud kepada Tuhan bersifat urgen dan mendesak. Daud menggunakan kata “segeralah” (ayat 2, 6) yang dalam bahasa aslinya “chush” berarti: segera atau cepat (hurry), mau/minat (eager) dengan bersemangat/gairah. Juga kata “jangan lambat” (ayat 6)–“achar” yang berarti jangan ketinggalan, menunda, terlambat, diam saja, tidak beranjak. Daud berseru agar Tuhan segera menolong, karena situasinya sangat mendesak/kritis baginya.

Permohonan Daud adalah: agar Tuhan melepaskan (menyelamatkan), menolong dari musuh-musuhnya. Supaya mereka yang ingin mencabut nyawanya, ingin mencelakakannya, dan yang mengharapkan bencana atasnya itu dipermalukan oleh Tuhan–sebab Tuhan menolong Daud (ayat 2-4). Sedangkan orang-orang benar akan bersukacita dan bergirang karena Tuhan! Mereka akan mengaku; “Allah itu besar!” (ayat 5).

Dalam seruannya kepada Tuhan, Daud mengakui bahwa dirinya itu sengsara dan miskin (ayat 6). “Sengsara” menunjukkan kondisinya yang sulit dan tertekan, sedangkan “miskin” menunjukkan pengakuan bahwa ia tidak mampu dan memiliki kekuatan untuk bisa lepas dengan usahanya sendiri–karena itulah Daud berseru meminta pertolongan Tuhan.

Hanya ketika saya benar-benar merasa menderita/bermasalah dan merasa tidak mampu/tidak sanggup sajalah, saya akan berseru kepada Tuhan. Kadang-kadang hati saya menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa tidak apa-apa, semuanya under control, dan saya bisa mengatasi sendiri. Itu adalah cermin kesombongan saya. Padahal faktanya “… di luar Aku kamu tidak bisa berbuat apa-apa” (Yoh 15:5) dan “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!” (Yer 17:5).

Sebenarnya dalam segala perkara, saya tidak mampu mengatasi, saya mutlak memerlukan dan tergantung kepada Tuhan. Terlalu banyak faktor/ variabel yang diluar sepengatuan dan pengendalian/kekuasaan saya. Bahkan apa yang akan terjadi 1 menit ke depan saja saya tidak pernah tahu–bagaimana saya bisa merasa mampu mengendalikan dan melakukan hal sekecil apapun?

Penerapan:
Terus mengingat fakta bahwa saya sengsara dan miskin, dan mutlak memerlukan Tuhan–dalam segala perkara, dalam segala hal.

Views: 6

This entry was posted in Mazmur, Perjanjian Lama, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *