Berbahagialah Orang yang Membawa Damai

Matius 5:9

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Peacemaker (eirenopoios): the one who, having received the peace of God in his own heart, brings peace to others. Kata “damai” (ierene) sendiri mencakup keadaan yang tenang dan harmonis, di mana tidak ada konflik baik dengan Tuhan, dengan diri sendiri, maupun dengan orang lain. Damai ini tidak ditentukan oleh situasi eksternal, tetapi berdasar janji dan kehadiran Yesus Kristus di dalam diri seseorang (Yohanes 14:27).

Seseorang dapat menjadi peacemaker atau pembawa damai apabila ia sendiri telah memiliki kedamaian di dalam hidupnya sendiri: ia telah didamaikan dengan Allah, dan pendamaian dengan Allah itu menghasilkan damai dengan dirinya sendiri dan damai dengan orang lain (Efesus 2:11-18). Setelah ia mengalami damai itu, barulah ia dapat mendatangkan damai bagi orang lain: membawa orang lain agar mengalami damai dengan Allah dan membangun perdamaian antar sesama manusia.

Konflik selalu berasal dari dalam diri manusia, dan bukan karena situasi. Paulus menulis bahwa egoisme dan kesombongan adalah sumber perpecahan (Filipi 2:3-4). “Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.” (Yakobus 4:1-2). Ketika seseorang telah belajar untuk tidak egois, tidak mengejar hawa nafsunya sendiri, dan tidak sombong, barulah ia bisa mendatangkan damai.

Bentuk paling praktis dari pembawa damai adalah: pengampunan. Orang percaya didamaikan dengan Allah melalui karya Tuhan Yesus Kristus yang menjadi korban penebusan dosa, sehingga orang yang percaya menerima pengampunan dosa dari Allah. Mengampuni orang lain berarti mematahkan konflik/perseteruan dan membangun kembali relasi yang rusak. Tidak hanya mengampuni orang lain, tetapi juga mendorong dan mengajak orang lain untuk mengampuni sesamanya.

Bentuk praktis kedua adalah: mengutamakan orang lain dan melayani orang lain. Damai di dalam diri seseorang, kondisi di mana dia sudah memiliki rasa aman (security) atas kebutuhan/kepentingannya sendiri karena dijamin oleh Allah sendiri dengan janji-janji-Nya, memungkinkan dia untuk mengutamakan kepentingan orang lain dan tidak memperjuangkan kepentingannya sendiri. Tidak hanya melayani orang lain, tetapi juga mendorong orang lain agar mengutamakan dan melayani sesamanya.

Istilah “sudah selesai dengan dirinya sendiri” selalu dimaknai sebagai orang yang sudah berkecukupan dalam segala sesuatu, sehingga bisa mulai memikirkan orang lain–tetapi itu pemikiran duniawi yang menyesatkan, karena sebenarnya orang-orang itu masih belum selesai–ia mungkin sudah memiliki hal-hal material, tetapi masih bernafsu untuk memuaskan kesombongan, kebutuhan untuk eksistensi diri, kehausan pengakuan dari orang lain. Ia mungkin tidak mengejar keinginan daging dan keinginan mata, tetapi ia sedang dikuasai oleh keangkuhan hidup (1 Yohanes 2:15-17).

“Selesai dengan diri sendiri” secara Alkitabiah adalah: rasa aman karena memiliki dan memegang janji Allah; rasa aman karena yakin bahwa kehidupannya ada di tangan Allah dan dipelihara oleh Allah. Rasa aman yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang orientasinya kepada kekekalan dan bukan pada apa yang fana; yang pikirannya tertuju pada perkara-perkara yang ada di atas, dan bukan yang di bumi ini (Kolose 3:1,2).

Bentuk praktis yang ketiga adalah: menyiarkan berita pendamaian Kristus kepada orang lain. Sebab damai yang paling penting adalah damai dengan Allah; dan Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri dengan perantaraan Kristus. “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah,” (2 Korintus 5:20).

Ya Tuhan, saya bersyukur oleh karena saya telah menerima pendamaian dengan-Mu di dalam Kristus. Tolonglah saya untuk terus-menerus mengalami kedamaian dan rasa aman di dalam-Mu; sehingga saya tidak perlu memperjuangkan diri saya sendiri, supaya saya menjadi pembawa damai.

Views: 15

This entry was posted in Matius, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *