Berbahagialah Orang yang Suci Hatinya

Matius 5:8

Berbahagaialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Pure in heart (katharos: clean, clear, pure), dapat bermakna (1) singgle-minded; (2) focused; atau (3) cleansed. Istilah ini digunakan dalam Perjanjian Lama untuk ritual pencucian/pembasuhan.

Poin pertama yang penting adalah: kondisi hati seseorang; dan bukan penampakan luarnya. Hati adalah bagian batiniah seseorang di mana keinginan, perasaan, pikiran itu berada. Tuhan tidak pernah bisa dikelabuhi dengan penampilan luar, karena Ia melihat hati seseorang. Manusia hanya melihat apa yang nampak luar, dan menyimpulkan atau menghakimi berdasar apa yang dilihat. “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati,” firman Tuhan (1 Samuel 16:7).

Kedua, kemurnian hati. Tidak ada hati manusia yang murni, sebab semua orang telah jatuh di dalam dosa. Hanya seseorang yang telah percaya kepada Yesus Kristus dapat memiliki hati yang murni–bukan karena usahanya, tetapi karena anugerah dan pekerjaan Allah: “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat,” (Yehezkiel 36:26).

Dan setelah menerima pembaharuan dan pemurnian dari Tuhan, seseorang akan terus-menerus menjaga kemurnian hatinya. Dengan pertolongan Tuhan, ia secara sadar mengamati dan menjaga hatinya: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan,” (Amsal 4:23). Ia menjaga agar tidak ada benih kecemaran, kesombongan, materialisme, kepahitan, pemberontakan, dan sebagainya, tumbuh di dalam hatinya.

Ia tidak berani menjamin bahwa hatinya selalu bersih, tetapi terus-menerus membawanya di hadapan Tuhan untuk dievaluasi dan diluruskan: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mazmur 139:23-24).

Ketiga, hati yang murni membuka tabir mata batin, sehingga bisa melihat Allah. Penghalang utama dan satu-satunya pengenalan kepada Allah bukanlah kecerdasan atau kepandaian atau pengalaman, tetapi kemurnian hati. Tingkat kepandaian, akses kepada pengetahuan dan pengalaman tidak bisa sama, tetapi kemurnian hati dapat diperjuangkan oleh siapapun juga.

Orang tidak bisa melihat Allah di dalam kemuliaan-Nya yang sempurna–tidak ada mata yang akan tahan untuk melihat-Nya. Para nabi dan orang kudus di Perjanjian lama akan terusngkur dan menutupi wajahnya apabila berhadapan dengan Allah. Ketika Yesus hadir di dunia, orang dapat melihat kemuliaan Bapa: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” (Yohanes 1:18).

Melihat sifat-sifat Allah, melihat isi hati Allah, melihat pikiran dan rencana Allah, melihat kebesaran kuasa Allah, melihat keajaiban Allah–di dalam setiap momen kehidupan, ketika melakukan ibadah maupun di tengah aktivitas kehidupan. Hati yang murni menghasilkan kepekaan/sensitifitas akan kehadiran dan pekerjaan Allah dalam setiap gerak hidup sehari-hari. Orang bisa melakukan ritual ibadah tanpa bertemu Allah, orang bisa melakukan segala aktivitas kehidupan tanpa melihat Allah–hanya yang murni hatinya, yang sudah dimurnikan dan terus menjaga kemurniannya dapat melihat Allah!

Saya bersyukur kepada-Mu, ya Allah, untuk pembasuhan dan pemurnian yang Engkau lakukan atas hati saya di dalam karya keselamatan Tuhan Yesus Kristus. Saya berdoa kepada-Mu, ya Allah, agar menjaga kemurnian hati saya. Saya berdoa kepada-Mu, ya Allah, agar menolong saya melakukan bagian saya untuk menjaga kemurnian itu.

Views: 12

This entry was posted in Matius, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *