Berbahagialah Orang yang Dianiaya karena Kristus

Matius 5:10-12

Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Ucapan bahagia di ayat 3-6 terkait dengan kondisi hati yang menyadari kebangkrutan batin sehingga membutuhkan Allah; pada ayat 7-9 terkait dengan ekspresi ke luar, sedangkan pada ayat 10-12 ini terkait dengan kondisi/situasi ekternal yang dialami seseorang. Situasi sulit berupa penganiayaan/penderitaan karena hidup yang benar dan karena Kristus.

Ada situasi yang tidak menyenangkan yang bisa dialami oleh orang percaya ketika mereka melakukan apa yang benar dan karena mereka diidentifikasikan dengan Kristus. Sebagaimana yang ditulis Petrus, orang percaya adalah orang asing dan pendatang di dunia ini; dunia yang dikuasasi dosa, yang membenci kebenaran, dan yang menolak Kristus; sehingga tidak perlu heran kalau mereka mengalami penganiayaan/penderitaan (1 Petrus 4:12). Penderitaan itu adalah situasi yang normal dialami, karena orang percaya bukan berasal dari dunia ini dan bukan merupakan bagian dari dunia ini.

Situasi yang sulit itu bisa berupa celaan, kata kata jahat, ancaman, stigma, hinaan; bisa berupa fitnah dan tuduhan jahat; dan bisa pula berupa penderitaan fisik, pembatasan ekonomi, dan bentjk penindasan yang lain: verbal, psikologis, sosial, ekonomi, dan fisik. Orang percaya diperintahkan untuk memandang situasi-situasi tersebut sebagai situasi yang meembahagiakan, sepanjang situasi itu dialami karena melakukan apa yang benar di hadapan Allah dan karena Kristus. Respons yang harus diberikan adalah: berbahagia, bersukacita, dan bergembira.

Ada tiga hal yang diberikan Yesus sebagai dasar respons positif itu: (1) karena merekalah yang empunya Kerajaan Allah; (2) karena upah mereka besar di sorga; dan (3) karena nabi-nabi Allah juga mengalami penganiayaan seperti itu. Penganiayaan/penderitaan seolah menjadi tanda/badge/identitas bahwa seseorang menjadi anggota Kerajaan Sorga dan menjadi anggota dari kelompok “elit” pada nabi Allah. Di samping itu ada janji bahwa akan ada upah besar menanti mereka di Sorga.

Cara pandang yang benar tentang penderitaan/penganiayaan/situasi yang sulit sangat diperlukan untuk menolong saya memberi respons yang benar. Ketika saya memandang situai-situasi sulit itu sebagai beban, sebagai kutuk, sebagai hukuman, dsb. maka respons saya pasti negatif: mengeluh, menggugat, marah, atau frustrasi. Tetapi ketika saya memandangnya sebagai verifikasi identitas saya sebagai pengikut Kristus, sebagai ujian kemurnian iman, sebagai metode pertumbuhan watak, sebagai kesempatan untuk mencerminkan Kristus, dan sebagai sarana memperoleh upah di sorga; maka respons saya akan menjadi berbeda.

Saya berdoa kepada-Mu, ya Tuhan, agar Engkau memberikan kepada saya cara pandang yang benar kepada situasi sulit yang Engkau ijinkan untuk saya alami; supaya saya bersikap benar di hadapan-Mu, untuk kemuliaan-Mu.

Views: 12

This entry was posted in Matius, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *