Berbahagialah Orang yang Berdukacita

Matius 5:4

Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berdukacita (pentheo, to grieve–the feeling or the act). Menurut Utley: this referred to “loud wailing,” which was the strongest term for mourning in the Greek language. Di tengah dunia yang menyanyikan “Don’t worry, be happy” atau “Buat apa susah?”, Tuhan Yesus justru menyatakan bahwa berkat menunggu orang yang berdukacita.

Kesedihan bukan hal yang ditabukan, justru dianjurkan. Semua tokoh Alkitab mengalami kesedihan, semua pernah berduka. Berduka karena apa yang dialami sendiri, maupun karena apa yang terjadi di sekitar mereka. Kecuali Tuhan Yesus, semua pernah berduka karena dosa dan kegagalan mereka. Termasuk, atau lebih tepatnya: terutama Tuhan Yesus, mereka berduka karena melihat orang lain dan situasi di sekitar mereka.

Bersedih berarti jujur menerima kenyataan yang tidak diinginkan, kenyataan yang buruk, yang rusak, yang salah. Bersedih tidak identik dengan pesimis atau putus asa. Bersedih berarti tidak menyangkal atau lari dari kenyataan. Orang yang tidak pernah berduka adalah orang yang tidak “hidup di atas bumi”–orang tidak waras, atau orang yang menipu diri sendiri dan orang lain.

Sebab selama manusia masih berjalan di atas permukaan bumi ini, keadaan yang mendatangkan kedukaan itu akan selalu ada. Hanya nanti di sorga, duka itu dilenyapkan untuk selamanya, “Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka.” (Wahyu 7:17)

Bersedih adalah tanda hati yang sensitif, yang peka kepada peringatan dan teguran Tuhan. “Pain insists upon being attended to. God whispers to us in our pleasures, speaks in our consciences, but shouts in our pains. It is his megaphone to rouse a deaf world,” tulis CS Lewis. Bersedih adalah tanda kelemah lembutan dan kerendahan hati. Orang yang tidak pernah atau tidak mau bersedih dapat dicurigai sebagai orang yang telah mengeraskan hatinya, menegarkan tengkuknya–seperti Firaun.

Kedukaan bukan tujuan, tetapi jalan untuk memperoleh penghiburan. Sebab Tuhan berespons positif kepada mereka yang berduka dan hancur hati. “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” (Mazmur 51:19). Bawalah kedukaanmu kepada Tuhan, dan serahkanlah sebagai persembahan–Ia berkenan menerimanya, dan Ia akan memulihkanmu.

Musa kehilangan semua keyakinan dirinya dan memandang dirinya tidak lagi berharga, tapi Tuhan mengutusnya untuk membebaskan umat-Nya. Daud hancur hatinya karena perzinahan dan pembunuhan yang dilakukannya; tapi Tuhan mengampuni dan dari jalur keturunan perempuan itu justru Mesias dilahirkan. Petrus pergi keluar dan menangis dengan sedihnya, tapi Tuhan Yesus memanggilnya lagi menjadi gembala bagi domba-domba-Nya.

Jangan menipu diri sendiri dan mengatakan bahwa engkau tidak berduka. Jangan melarikan diri untuk melupakan kedukaanmu. Tapi terimalah kenyataan, akui dan rasakan sepenuhnya kedukaan itu–lalu datanglah tersungkur di hadapan Allahmu, membawa hatimu yang hancur kepada-Nya, dan terimalah penghiburan-Nya!

Views: 31

This entry was posted in Matius, Perjanjian Baru, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *