Mempersembahkan Hidup

Roma 12:1-21

Indikator penyerahan hati/hidup kepada Tuhan adalah: menyerahkan (anggota-anggota) tubuh kepada Tuhan untuk dipakai seturut kehendak-Nya. Tidak bisa hanya berkata: yang penting pikiran dan hatiku kuserahkan kepada Tuhan–karena penyerahan batiniah itu wujudnya adalah penyerahan lahiriah! Benar bahwa orang bisa melakukan aktivitas tanpa hati yang diserahkan. Tetapi, tidak mungkin orang menyerahkan batin tanpa menunjukkannya dengan penyerahan lahirnya. Orang yang sembarangan dalam penampilan dan perilaku lahiriahnya tidak berhak untuk mengklaim bahwa hati dan batinnya dipersembahkan kepada Tuhan!

Berdasarkan kasih karunia Allah yang sudah dipahami dan diterima oleh jemaat, Paulus mendorong (parakaleo, urge, beseech: mendorong dengan kuat) jemaat untuk memberikan tubuh mereka (mengulang ajaran tentang menyerahkan “anggota tubuh” kepada Tuhan dalam Rom 6:13) sebagai korban persembahan kepada Tuhan: korban yang hidup, yang kudus (dikhususkan), dan berkenan (layak) kepada Tuhan. Ini adalah ibadah yang sejati: logikos (rasional), ibadah yang dilakukan dengan penuh kesadaran, dengan penuh kecintaan, bukan hanya ritual formalitas (ayat 1)

Paulus melarang jemaat untuk menjadi serupa dengan dunia ini (jangan lagi membiarkan diri mereka dibentuk dan mengikuti cara hidup dunia). Tetapi jemaat harus berubah. Tata bahasa yang digunakan bisa berarti “mengubah diri”, bisa juga berarti “memberikan diri untuk diubah”–proses perubahan hidup yang melibatkan dua pihak: Allah dengan anugerah dan kuasaNya dan orang percaya dengan penyerahan dan ketaatannya (ayat 2).

Dalam kaitan pelayanan di dalam tubuh Kristus, Paulus menasehati setiap orang agar menggunakan karunia yang sudah diterima dari Allah untuk melayani orang lain. Dalam kaitan ini ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan: (1) tidak berpikir lebih tinggi daripada yang seharusnya–jemaat harus mengenali dengan tepat karunia dan bagian apa yang ditetapkan Allah untuk mereka masing-masing; (2) memiliki pandangan bahwa tiap-tiap orang memiliki karunia dan tugas yang berbeda, tetapi kompak bekerja sama dalam satu tubuh Kristus; (3) rajin, sungguh-sungguh, dan dengan sukacita menggunakan karunia yang dimiliki itu untuk melayani (ayat 3-8).

Beberapa karakter yang harus dimiliki oleh orang percaya: (1) kasih yang tulus tanpa kemunafikan; (2) kebencian kepada kejahatan; (3) kecintaan kepada kebenaran; (4) ramah dan mengutamakan orang lain; (5) tidak malas tetapi rajin dan penuh semangat yang menyala dalam melayani Tuhan; (6) bersukacita dalam pengharapan; (8) sabar di dalam kesesakan; dan (7) tekun dalam doa (ayat 9-12).

Menerapkan kasih kepada orang lain ditunjukkan dengan beberapa sikap dan tindakan: (1) membantu dan memberi tumpangan kepada saudara yang berkekurangan; (2) memberkati orang yang menganiaya, tidak mengutuki mereka; (3) berempati kepada kondisi orang lain–menjadi pendukung bagi orang lain dalam segala kondisi mereka; (4) menjaga kesatuan dan sehati-sepikir; (5) tidak merasa pandai dan memikirkan hal yang muluk-muluk; (6) tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dengan kebaikan dan menyerhakan pembalasan kepada Allah; serta (7) berjuang untuk hidup damai (tidak konflik) dengan orang lain (ayat 13-21).

Views: 8

This entry was posted in Perjanjian Baru, Refleksi, Roma. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *