Didamaikan Untuk Bersama Dibangun

Efesus 2:11-22

Keadaan jemaat sebelumnya: tidak bersunat sebagai tanda perjanjian dengan Allah, tanpa Kristus (Juru Selamat/Mesias), bukan umat Tuhan, tidak mendapat bagian dalam perjanjian Allah, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia (ayat 11-12).

Keadaan jemaat sekarang: menjadi dekat/tidak lagi orang asing, dipersatukan dan diperdamaikan dengan orang Israel, dan bersama-sama orang Israel–sebagai satu tubuh–diperdamaikan dengan Allah, menjadi kawan sewarga dari orang-orang kudus, menjadi anggota-anggota rumah/keluarga Allah (ayat 13-19).

Setelah menjadi anggota rumah Allah, jemaat mengalami pertumbuhan bersama-sama untuk menjadi Bait Allah yang kudus, dibangun menjadi tempat kediaman Allah (ayat 20-22).

Semua itu terjadi karena karya pendamaian Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib, di mana kematian itu merubuhkan tembok pemisah dan melenyapkan perseteruan antara manusia dengan Allah, dan antar sesama manusia (ayat 14-18).

Rencana Allah di dalam Kristus bagi orang percaya: tidak hanya mendamaikan, tetapi membangun hidup sebagai satu jemaat/keluarga/tubuh, supaya bertumbuh menjadi tempat kediaman Allah. Keselamatan bukan tujuan akhir, tetapi titik awal pekerjaan Allah di dalam diri orang percaya.

Gambaran kehidupan jemaat: seperti rumah yang dibangun untuk menjadi Bait Allah yang kudus, menjadi tempat kediaman Allah. Yesus Kristus adalah batu penjuru (titik awal, referensi/acuan, pemersatu), pondasinya adalah para rasul dan para nabi, bangunannya adalah orang-orang percaya (jemaat dari berbagai asal) yang disusun secara rapih (ayat 19-22).

In the ancient world, the cornerstone was the most important stone in the building. It set the level, angle, and outer dimensions of the building. It had to be level and squared true (vertical) so that all the other stones could be set from it. If it were not level, then as the walls of the building were erected, they will lean and fall.” (https://www.truthortradition.com/articles/jesus-christ-the-cornerstone)

Views: 7

This entry was posted in Refleksi, Roma. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *