Tuhan yang Setia dan Penuh Rahmat

Bilangan 15:1-41

Tuhan memulai perintah-Nya kepada Musa dengan: “Apabila kamu masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu menjadi tempat kediamanmu…”. Tuhan mengafirmasi lagi janji-Nya. Sekalipun sekarang Israel harus berjalan mengembara di padang gurun 40 tahun, tapi Tuhan memberikan pengharapan bahwa Tuhan akan membawa mereka masuk ke tanah perjanjian. Tuhan itu setia. Tuhan itu setia.

Tuhan mempersiapkan generasi yang nanti akan mendiami negeri itu dalam hal bagaimana beribadah kepada Tuhan. Dalam hal korban bakaran, Tuhan menetapkan proporsi tepung, minyak (sebagai korban sajian) dan anggur (sebagai korban curahan) yang menyertai setiap jenis hewan korban. Korban api-apian itu baunya menyenangkan bagi Tuhan!

Aturan itu berlaku untuk orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal bersama mereka. Tuhan juga memerintahkan Israel memberikan persembahan khusus dari hasil gandum, berupa roti bundar. Roti itu dibuat dari jelai yang mula-mula (panen gandum yang sulung).

Tuhan menetapkan peraturan korban penebusan dosa: yaitu apabila orang Israel atau orang asing yang tidak sengaja melalaikan salah satu dari segala perintah Tuhan melalui Musa, mereka harus mempersembahkan korban penghapus dosa dan imam mengadakan pendamaian, sehingga mereka beroleh pengampunan Tuhan. Ini berlaku untuk komunitas maupun individu.

Tetapi, apabila orang Israel atau orang asing dengan sengaja melanggar perintah Tuhan, maka ia menjadi penista Tuhan, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya. Ia memandang hina (merendahkan) perintah Tuhan dan merombak (melanggar) perintah Tuhan. Ia harus menanggung kesalahan, dan menerima hukuman.

Perintah Tuhan itu benar-benar diterapkan. Ketika ada seorang kedapatan mengumpulkan kayu di Hari Sabat, Tuhan memerintahkan agar orang itu dibawa ke luar perkemahan dan dihukum mati. Tuhan memerintahkan Israel agar membuat jumbai-jumbai di punca baju mereka, supaya selalu teringat kepada perintah Tuhan dan melakukannya.

Views: 7

This entry was posted in Bilangan, Perjanjian Lama, Refleksi. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *